Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung: Kenapa Harus Dipaksakan Pengadilan HAM kalau Sulit?

Kompas.com - 06/07/2015, 16:09 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Jaksa Agung HM Prasetyo tetap berkeyakinan bahwa cara rekonsiliasi adalah cara terbaik yang bisa dilakukan dalam proses penanganan kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu. Menurut dia, upaya penegakan hukum saat ini sulit dilakukan karena kasus-kasus itu sudah lama terjadi.

"Ya peristiwanya kan sudah cukup lama itu, bagaimana mencari bukti-buktinya, dan sebagainya. Nyatanya kan ini sudah berapa tahun nggak selesai, maka kami ingin cepat," ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (6/7/2015).

Prasetyo menganggap para aktivis HAM yang mengkritik kebijakannya tidak tahu kesulitan yang dihadapi kejaksaan di lapangan untuk mengusut kasus itu. Dia khawatir, jika pemerintah tetap bersikeras pengadilan HAM digelar, hasil penelusuran jaksa tidak optimal.

"Kenapa harus dipaksakan pengadilan HAM kalau sulit? Nanti hasilnya tidak optimal, protes lagi," ucap mantan politisi Partai Nasdem itu.

Prasetyo juga mengklaim bahwa keluarga korban sudah menerima akan dilakukannya rekonsiliasi. Pasalnya, mereka juga ingin agar kasus itu segera berakhir. Dia menuding keluarga korban yang keberatan atas pendekatan rekonsiliasi yang dilakukan pemerintah tidak mewakili seluruh korban.

"Apa mereka mewakili semuanya, tidak juga. Coba tanya ke Komnas HAM, mereka yang lakukan pendekatan ke pihak korban," kata dia.

Saat disinggung soal janji kampanye Jokowi untuk menggelar pengadilan HAM bagi kasus pelanggaran HAM berat, Prasetyo kembali meminta agar masyarakat berpikir realistis lantaran kasus-kasus itu sudah terjadi belasan hingga puluhan tahun yang lalu. Dia juga mengklaim cara ini sudah mendapat restu dari Presiden Jokowi.

Janji Jokowi

Keluarga korban pelanggaran HAM hingga kini masih menuntut keadilan. Di dalam visi, misi, dan program aksi saat kampanye lalu, Jokowi dan Jusuf Kalla berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu dan menghapus semua bentuk impunitas.

Komitmen itu disampaikan pada dua butir sebagai berikut:

(1). "Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai saat ini masih menjadi beban sosial bagi bangsa Indonesia, seperti kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965. 

(2). "Kami berkomitmen menghapus semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM."

Bagi keluarga korban, menghapus impunitas hanya bisa terwujud dengan penyelesaian melalui pengadilan, yaitu Pengadilan HAM Ad Hoc sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang merupakan satu-satunya UU yang mengatur tentang penyelesaian pelanggaran HAM berat pada masa lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com