Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stafsus Presiden: Pembebasan Tapol Awal Pembangunan Papua

Kompas.com - 30/06/2015, 17:45 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Staf Khusus Presiden RI Lenis Kogoya menyatakan bahwa upaya pembebasan lima orang tahanan politik (tapol) Papua yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada 9 Mei lalu, merupakan langkah strategis sebagai awal pembangunan di Papua dan Papua Barat.

"Agar mereka (para tahanan) bebas membangun Indonesia bersama-sama karena mereka juga bagian dari anak bangsa," tuturnya dalam seminar nasional berjudul "Pembebasan Tapol-Napol, Resolusi Penyelesaian Masalah Papua" di Jakarta, Selasa (30/6/2015), seperti dikutip Antara.

Menurut Lenis, upaya Presiden membebaskan tapol adalah upaya saling memahami apa yang diinginkan masyarakat tanah Papua, mengingat Papua merupakan bagian utuh dari NKRI.

"Bangsa Papua merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Mereka perlu keluar (dari tahanan) agar bisa bekerja demi menunjang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi di Papua," ujarnya.

Lenis pun menjelaskan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan Presiden Jokowi terkait pembinaan lima orang tapol yang baru dibebaskan, mulai dari penyerahan di tujuh wilayah adat untuk kemudian diserahkan ke keluarga dan diberi fasilitas sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah.

"Saya sudah bicara sebagai fasilitator antara para tapol dengan Presiden. Ada diantara mereka yang mau sekolah, maka Presiden akan fasilitasi. Ada yang mau bekerja, maka Presiden memberikan modal, bahkan ada satu orang yang minta rumah itu pun sudah dicatat sebagai bagian dari pembinaan," tutur pria yang diangkat sebagai Stafsus Presiden pada 5 Mei lalu.

Pada kesempatan yang sama, pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto, berpendapat bahwa pembebasan tapol di Papua secara bertahap merupakan wujud komitmen Presiden Jokowi untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua terutama untuk memperbaiki ketimpangan ekonomi dan sosial di wilayah paling timur Indonesia itu.

"Lebih bagus lagi kalau tokoh-tokoh lokal yang dibebaskan ini kemudian bisa dibina untuk nantinya masuk ke sistem pemerintahan karena mereka merupakan 'genuine leaders' yang harus bisa diintegrasikan dalam sistem pemerintahan kita," tuturnya.

Praktik serupa, kata dia, sudah lebih dulu diterapkan oleh Kuba dan Brasil dimana pemimpin negaranya juga berasal dari pemimpin masyarakat lokal.

Seperti dilansir dalam laman seskab.go.id, pada kunjungannya ke Papua pada 9 Mei lalu, Presiden memberikan grasi kepada lima tapol di Lapas Abepura, Jayapura. (baca: Soal Tapol Papua, Relawan Jokowi Tantang Tantowi Debat Terbuka)

Kelima tapol yang dibebaskan, yaitu Apotnalogolik Lokobal (divonis 20 tahun penjara), Numbungga Telenggen (divonis penjara seumur hidup), Kimanus Wenda (divonis 19 tahun penjara), Linus Hiluka (divonis 19 tahun penjara) dan Jefrai Murib (divonis penjara seumur hidup).

"Pada hari ini telah kita bebaskan lima orang. Ini adalah upaya sepenuh hati pemerintah dalam rangka menghentikan stigma konflik yang ada di Papua," kata Presiden Jokowi dalam sambutannya.

Kelima tahanan politik itu divonis bersalah karena terlibat pembobolan gudang senjata Kodim 1710/Wamena pada 2003 lalu.

Menurut Presiden, pemberian grasi ini merupakan langkah awal untuk membangun Papua tanpa ada konflik. Presiden menginginkan agar pemberian grasi ini dilihat sebagai bingkai reskonsiliasi untuk terwujudnya Papua damai.

"Ini adalah awal, nantinya setelah ini akan ditindaklanjuti pemberian grasi atau amnesti untuk wilayah yang lain karena ada kurang lebih 90 orang yang masih di dalam penjara. Sekali lagi ini adalah awal dimulainya pembebasan," ujar Presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com