Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruki: Kalau Presiden Tolak Revisi UU KPK, DPR Tak Bisa Memaksa

Kompas.com - 19/06/2015, 17:25 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki menilai, DPR RI tidak dapat memaksakan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Pasalnya, Presiden Joko Widodo telah menolak rencana revisi UU tersebut.

"Kalau Presiden menolak kan DPR sebagai salah satu pembuat Undang-Undang tidak bisa memaksakan," kata Ruki di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/6/2015).

Ruki mengaku sangat lega setelah mendengar sikap tegas Presiden Jokowi yang menolak revisi UU KPK. Ia menilai, penolakan itu sebagai bukti nyata adanya dukungan dari pemerintah pada pemberantasan korupsi. (baca: Jokowi Diminta Lebih Tegas Sikapi Revisi UU KPK)

Ruki melanjutkan, revisi UU KPK sebetulnya merupakan program legislasi nasional DPR untuk tahun 2016. Ia mengaku tak memahami jika kemudian rencana revisi UU tersebut dipercepat menjadi tahun ini.

"Kami akan tetap memberikan masukan kepada DPR, tetapi tentu sangat tidak mungkin kami mengusulkan pasal-pasal yang bisa melemahkan kami sendiri," ujarnya.

Ruki sebelumnya berpendapat, lebih baik revisi UU KPK menunggu sinkronisasi dan harmonisasi dari semua undang-undang terkait penegakan hukum. (baca: Mantan Penasihat: UU KPK Direvisi, Jokowi Terancam Tak Dipilih Lagi)

"Lebih baik tuntaskan dulu revisi UU KUHP, KUHAP, penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN, juga Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," kata Ruki saat rapat dengan Komisi III DPR di Jakarta.

Menurut Ruki, KPK belum pernah diajak bicara oleh Kementerian Hukum dan HAM ataupun Komisi III DPR terkait rencana revisi UU KPK.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebelumnya mengatakan bahwa Presiden sudah menyatakan pemerintah tidak ingin merevisi UU KPK. Usulan revisi akhirnya datang dari DPR. (baca: Mensesneg: Revisi UU KPK Usulan DPR, Pemerintah Enggak Bisa "Ngapa-ngapain")

"Jadi Presiden sudah sampaikan, Presiden tegaskan tidak ada niatan untuk melakukan revisi tentang UU KPK. Itu masuk dalam insiaitif DPR, karena masuk inisiatif DPR maka pemerintah enggak bisa ngapa-ngapain," kata Pratikno di Istana Kepresidenan, Rabu (17/6/2015).

Ada lima peninjauan dalam rencana revisi UU KPK. Yang menjadi sorotan publik, yakni poin terkait pengetatan kewenangan penyadapan, dibentuknya dewan pengawas KPK dan diatur kembali mengenai pengambilan keputusan yang kolektif kolegial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com