JAKARTA, KOMPAS.com — Juru bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, majelis hakim memiliki alasan tertentu sehingga memutuskan mencabut hak politik mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Ia mengatakan, majelis hakim menimbang bahwa kasus korupsi Anas dilakukan atas dasar politik.
"Dapat dilihat apa pertimbangan hukumnya, yang bersangkutan melakukan perbuatan ini karena berlatar belakang politik," ujar Suhadi di Gedung MA, Jakarta, Selasa (9/6/2015).
Menurut Suhadi, majelis hakim MA berhak mencabut hak-hak tertentu dalam putusannya, termasuk hak politik. Majelis menilai keliru pertimbangan pengadilan tingkat pertama dan banding yang menyatakan bahwa hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut. (Baca: Hak Politik Anas Tak Dicabut, Pendukungnya Bersorak)
Sebaliknya, MA justru berpendapat bahwa publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin.
"Kemungkinan bahwa publik salah pilih kembali haruslah dicegah dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan publik kepadanya," kata Suhadi.
Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap Anas Urbaningrum setelah menolak kasasi yang diajukannya. Anas yang semula dihukum tujuh tahun penjara kini harus mendekam di rumah tahanan selama 14 tahun. (Baca: Anas: Palu Hakim Kasasi "Berlumuran Darah")
Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan. Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara. (Baca: Hukuman Diperberat, Anas Siap Melawan Vonis MA)
MA mengabulkan pula permohonan jaksa penuntut umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik. Majelis hakim yang memutus kasus tersebut terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.