Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Nyaris Tak Ada Regenerasi Pemimpin

Kompas.com - 27/05/2015, 19:31 WIB


TANJUNGPINANG, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie menilai, saat ini nyaris tidak terjadi regenerasi pemimpin karena politisi yang memimpin partai politik sekarang sudah berusia tua dan tidak mau melepas jabatan.

"Partai dipimpin orang-orang yang sudah tua. Ada yang memiliki jabatan dewan pembina, turun jabatan menjadi ketua umum," kata Jimly saat menyampaikan materi dalam "Sosialisasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu tahun 2015 Etika Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" di Auditorium Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Rabu (27/5/2015), seperti dikutip Antara.

Dia membeberkan nama-nama partai yang dipimpin oleh politikus yang sudah tua, seperti PDI-P, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Hanura dan Partai Nasdem.

"Banyak yang sudah berulang kali menjadi ketua umum, tetapi sampai sekarang tidak mau melepaskan jabatan tersebut," ujarnya.

Menurut Jimly, salah satu alasan partai mengalami "ketuaan", yakni peranan partai dalam proses demokrasi sangat dominan. Untuk menjadi kepala negara, kepala daerah dan anggota legislatif harus menggunakan partai politik.

Hal itu disebabkan persyaratan untuk menjadi calon independen cukup berat, yang sulit dipenuhi. Seperti di Kepri, calon kepala daerah harus mengantungi bukti dukungan sebanyak 10 persen dari jumlah penduduk.

"Partai masih menjadi segala-galanya. Orang harus mendekati partai politik kalau ingin mencalonkan diri sebagai kepala negara, kepala daerah dan anggota legislatif," ujarnya.

Dia juga menyinggung soal kalimat yang disampaikan oleh seorang ketua umum partai politik yang menyebutkan Presiden Joko Widodo sebagai petugas partai. Menurut dia, kalimat itu bukan tidak disengaja, melainkan mencerminkan kondisi.

"Itu bukan salah ngomong, tapi cerminan apa yang diinginkan. Semua pejabat dari partai menjadi petugas partai. Itu menunjukkan kekuatan partai luar biasa," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Jimly mengatakan, ketua umum tidak mau menjadi menteri, meski untuk mendapatkan jabatan itu tidak sulit. Namun, mereka menjadi pengendali para menteri yang berasal dari partainya.

"Tidak mau menjadi menteri, tetapi mereka ingin menjadi 'king maker'. Ini yang terjadi dan dilihat oleh masyarakat Indonesia," katanya.

Jimly menambahkan, nyaris tidak ditemukan kepala negara atau kepala daerah menjabat sebagai ketua umum partai dalam demokrasi modern. Sistem demokrasi seperti itu dapat ditemukan di Amerika Serikat, bukan di Indonesia.

"Indonesia harus menunggu lama untuk mengubah itu menjadi lebih baik," katanya.

Dia mengingatkan pengurus partai politik untuk tetap konsisten menegaskan demokrasi secara maksimal untuk kemajuan Indonesia. Kepentingan partai harus diperkecil untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

"Sehebat-hebatnya parpol itu, hanya sebagai organisasi privat, milik orang per orang," ujar Jimly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com