Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung Janji Tuntaskan Tunggakan Uang Pengganti

Kompas.com - 25/05/2015, 14:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Jaksa Agung berjanji akan menyelesaikan tunggakan uang pengganti dari kasus tindak pidana korupsi melalui tim verifikasi dan klarifikasi yang dibentuk. Hingga kini, eksekusi tunggakan uang pengganti tersebut terkendala akibat lokasi yang tersebar di sejumlah tempat dan regulasi yang berkembang.

"Yang pasti uang pengganti ini tidak berada di satu tempat. Lokasinya terpencar di banyak tempat. Tapi, bukan berarti tidak kami kerjakan. Bersama tim verifikasi dan klarifikasi, ini terus diselesaikan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo, Minggu (24/5/2015), di Jakarta.

Pekan lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data yang berasal dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2012 dan 2013. Dalam data tersebut, Kejagung diketahui belum mengeksekusi tunggakan uang pengganti sebanyak Rp 13,1 triliun yang berasal dari unit tindak pidana khusus serta unit perdata dan tata usaha negara.

Namun, Prasetyo enggan membenarkan jumlah uang pengganti mencapai Rp 13,1 triliun seperti hasil audit BPK. "Penghitungan terus dilakukan. Tim verifikasi dan klarifikasi ini meneliti satu per satu. Kinerja Pusat Pemulihan Aset selama ini juga dilihat," kata Prasetyo.

Kendati demikian, Prasetyo menyebut beberapa nama yang asetnya dikejar, seperti aset dari mantan Komisaris Bank Harapan Sentosa Hendra Rahardja, terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 1997 yang divonis membayar uang pengganti Rp 1,95 triliun pada 2002.

Dalam kasus BLBI ada juga mantan Direktur Utama Bank Umum Servitia David Nusa Wijaya yang divonis membayar uang pengganti Rp 1,2 triliun. Nama lain, mantan Direktur Bank Perkembangan Asia Lee Darmawan yang dihukum membayar uang pengganti Rp 85 miliar atas kasus penjualan barang bukti sitaan dari perkara korupsinya pada 1992.

Kendala regulasi

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Tribagus Spontana menjelaskan, kendala lain dalam eksekusi uang pengganti ini adalah regulasi yang berlaku saat kasus tersebut terjadi. Misalnya, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak diatur sanksi hukum apabila yang bersangkutan tak membayar uang pengganti.

Sanksi hukum terkait dengan uang pengganti yang tak dibayarkan baru diatur dalam UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 18 UU tersebut menyebutkan, sanksi hukum jika tidak membayar uang pengganti adalah penyitaan harta benda atau pidana penjara yang lamanya tak melebihi pidana pokok.

Namun, dalam UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor disebutkan, jika kasus korupsi terjadi sebelum UU No 31/1999 diundangkan, pemeriksaan dan putusannya menggunakan UU No 3/1971. "Jelas ini menjadi kendala bagi kasus-kasus lama. Bagaimana menagih uang pengganti," kata Tony. (IAN)

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Mei 2015 dengan judul "Jaksa Agung Janji Tuntaskan Tunggakan Uang Pengganti".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com