Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Pengendalian Tembakau Desak Pemerintah Tolak Intervensi Industri Rokok

Kompas.com - 07/05/2015, 13:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) bersama kelompok peduli pengendalian tembakau lainnya mendesak pemerintah agar menolak segala bentuk intervensi industri rokok multinasional dalam mencegah kenaikan cukai rokok yang dilakukan dalam forum-forum yang mereka sponsori.

"Industri rokok bisa mengintervensi lewat berbagai bentuk, misalnya lobi tingkat tinggi lewat lembaga internasional," kata Ketua Umum Komnas PT Prijo Sidipratomo melalui siaran pers diterima di Jakarta, Kamis (7/5/2015).

Karena itu, Komnas PT menyayangkan keterlibatan sejumlah pejabat Indonesia dari sektor keuangan dan fiskal dalam Asia Pasific Tax Forum yang diselenggarakan International Tax and Investment Center (ITIC) pada Selasa-Kamis (5-7/5) di New Delhi, India.

Pasalnya, ITIC merupakan organisasi yang sudah masuk dalam daftar hitam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Bank Dunia karena disponsori empat perusahaan rokok multinasional seperti Philip Morris International, British American Tobacco, Imperial Tobacco, dan JTI.

Berbagai kritikan terhadap forum tersebut telah menyebabkan Bank Dunia menarik dukungan dan sejumlah pejabat keuangan dari berbagai negara memutuskan tidak ikut berpartisipasi.

Komnas PT menilai forum yang diselenggarakan tersebut merupakan bentuk intervensi industri rokok untuk mengagalkan kebijakan negara menaikkan cukai rokok. Apalagi, forum tersebut mendiskusikan kebijakan pajak.

Menurut Komnas PT, harga rokok di Indonesia masih sangat murah dan dapat dijangkau, termasuk oleh anak-anak. Karena itu, untuk membatasi konsumsi produk adiktif tersebut, perlu ada kenaikan cukai rokok semaksimal mungkin.

Kenaikan cukai rokok akan menyebabkan kenaikan harga rokok sehingga akses kelompok rentan seperti rakyat miskin dan anak-anak dapat dikendalikan.

"Indonesia seperti medan perang di mana pemilik industri menjadi orang-orang terkaya dari uang orang-orang miskin yang kecanduan rokok," kata guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Jakarta Hasbullah Tabrani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com