Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR Berharap Mary Jane Mendapatkan Keadilan

Kompas.com - 05/05/2015, 19:38 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR RI Setya Novanto mendukung Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati terhadap warga negara Filipina, Mary Jane Veloso, terpidana mati kasus narkoba. Ia meminta pemerintah mempelajari dengan sungguh-sungguh kasus yang menimpa Mary Jane agar tidak salah dalam mengambil keputusan. Hal ini menyusul temuan baru yang menunjukkan Mary Jane adalah korban perdagangan manusia.

"Tentu ini harus diproses agar diperoleh keadilan," kata Setya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/5/2015).

Menurut Setya, apabila Mary Jane tetap dinyatakan bersalah dan hukumannya tak berubah, eksekusi mati harus tetap dilakukan. Sebaliknya, jika temuan baru menjunjukkan Mary Jane bukanlah gembong narkoba, maka hukumannya bisa saja diubah.

"Intinya, saya selaku Ketua DPR mendukung langkah tegas Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Jokowi yang begitu tegas dalam menegakkan hukum. Juga kepada Jaksa Agung yang tegas mengambil tindakan," ujar dia.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Maruarar Sirait juga menyatakan dukungannya atas penundaan eksekusi mati Mary Jane. Menurut dia, salah kaprah bila menganggap penundaan itu akibat tekanan dari Pemerintah Filipina.

"Filipina bukan negara adikuasa. Jadi saya kira tak tepat bila dikatakan negara itu bisa menekan Indonesia. Bagi saya, Jaksa Agung sudah bekerja profesional. Sebab penundaan memang karena ditemukan fakta baru, masalah hukum baru di Filipina," kata Maruarar, yang biasa disapa Ara ini.

Menurut Ara, Filipina sangat menghormati proses hukum di Indonesia, sama seperti Indonesia juga menghormati proses hukum di negara tersebut. Dia menilai, sama sekali tak ada upaya saling menekan di antara kedua negara.

"Ini Indonesia memilih kebijakan itu, bukan karena ada tekanan. Indonesia jauh lebih besar dari Filipina. Tapi ini sebuah sikap bahwa Indonesia juga menghargai proses hukum di Filipina yang menemukan bukti baru. Mari kita dukung upaya mencari keadilan," katanya.

Pada hari eksekusi, Selasa (28/4/2015) waktu setempat, perekrut Mary Jane, pasangan Maria Kristina Sergio dan Julius Lacanilo menyerahkan diri ke otoritas hukum Filipina. Hal itu mengakibatkan Pemerintah Indonesia melakukan penundaan terhadap eksekusi mati Mary Jane karena keberadaannya diperlukan untuk menjadi saksi bagi kasus hukum di Filipina.

Mary Jane diduga sebagai korban perdagangan manusia di Filipina. Menteri Kehakiman Filipina Leila de Lima mengatakan penyelidikan kasus tersebut dijadwalkan berlangsung pada 8-14 Mei mendatang. Mary Jane mengaku bertemu dengan Kristina di Petaling Jaya, Malaysia, dan dijanjikan akan diberikan pekerjaan sebagai tenaga kerja wanita di Negeri Jiran tersebut.

Namun, Kristina malah menyuruh Jane ke Indonesia untuk membawakan paket berisi heroin melalui Bandara Internasional Adi Sucipto Yogyakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com