Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duo "Bali Nine" Ajukan "Judicial Review" ke MK

Kompas.com - 10/04/2015, 17:35 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Duo Bali Nine yang baru saja ditolak gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, masih berupaya mencari cara lain untuk lolos dari eksekusi mati. Pada Kamis (10/4/2015), pengacara kedua terpidana mati itu mendaftarkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Mereka menggugat Pasal 11 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 2010, serta Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK. Permohonan tersebut diajukan oleh terpidana mati Bali Nine, bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti KontraS, Imparsial dan Inisiator Muda.

"Bahasa kaidah yang ada dalam UU Grasi ini sangat berpotensi melanggar hak atas informasi yang dimiliki masyarakat dan pemohon grasi serta menimbulkan diskriminasi dan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum," ujar kuasa hukum Bali Nine, Leonard Arpan Aritonang dalam siaran pers yang diterima Jumat (10/4/2015).

Pasal 11 ayat 1 dan 2 di Undang-Undang Grasi itu, kata Leonard, terkesan menghilangkan kewajiban Presiden Republik Indonesia untuk mempertimbangkan dan menyampaikan pertimbangannya secara layak terhadap setiap permohonan grasi yang diajukan. Isi dari Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Grasi adalah:

"1. Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

2. Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau penolakan grasi."

Pihak Duo Bali Nine berkeinginan agar MK bisa memasukkan kedua pasal itu dengan menambahkan kalimat "dan melakukan penelitian terhadap pemohon grasi dan permohonan grasinya" pada pasal 11 ayat (1) dan kalimat "disertai alasan yang layak" pada pasal 11 ayat (2).  

Leonard memaparkan, keputusan penolakan grasi yang diterima Chan dan Sukumaran tidak memiliki cukup alasan. Padahal dalam permohonannya yang tebalnya lebih dari 40 halaman diuraikan upaya-upaya serta bukti-bukti tentang bagaimana Chan dan Sukumaran telah menjadi manusia yang berubah ke arah yang baik, berguna bagi bagi terpidana lainnya.

"Di luar permohonan grasi itu, mereka tidak mempunyai catatan merah. Presiden memang memiliki hak untuk menolak atau menerima grasi, namun kami ingin keputusannya itu didahului dengan cara dan niat yang sepatutnya, tidak bertentangan dengan Konstitusi sekaligus UU Grasi,” kata Leonard.

Selain UU Grasi, kuasa hukum Bali Nine juga meminta MK menguji ketentuan Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK, dengan argumen bahwa pasal itu tidak memberikan kepastian hukum yang adil. Selain itu, pasal ini dinilai mendiskriminasi warga negara asing sehingga bertentangan dengan pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945.

Isi pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK adalah, "Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu warga negara Indonesia".

Kuasa hukum Bali Nine meminta MK merevisi pasal itu dengan menambahkan kalimat "perorangan warga negara Indonesia atau warga negara asing sepanjang yang didalilkan menyangkut hak asasi manusia sebagai tolok ukur pengujian dan/atau undang-undang tersebut secara substansi berlaku baik terhadap warga negara Indonesia dan warga negara asing".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com