Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diyakini Tak Baca Surat Permohonan Grasi Para Terpidana Mati

Kompas.com - 04/03/2015, 17:22 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Presiden Joko Widodo dinilai tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain dalam menolak permohonan grasi yang diajukan para terpidana mati. Jokowi dianggap mengabaikan tanggung jawab dalam mengambil keputusan yang melibatkan nyawa seseorang.

"Saya yakin surat permohonan grasi tidak dibaca, tidak dipelajari. Padahal, masing-masing kasus punya pertimbangan berbeda. Presiden adalah otoritas yang menentukan grasi. Itu mengandung tanggung jawab untuk melihat kasus per kasus," ujar Ketua Setara Institute Hendardi dalam konferensi pers di Kantor Setara, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).

Hendardi mengatakan, setidaknya ada beberapa alasan mengapa seharusnya Presiden tidak sekadar berpegang pada putusan pengadilan, khususnya mengenai hukuman mati.

Pertama, kata dia, akan selalu ada kemungkinan seorang hakim salah dalam pengambilan putusan. Menurut Hendardi, dalam suatu sistem pemerintahan yang korup, sangat dimungkinkan terjadi kesalahan dalam proses hukum.

Menurut dia, dengan adanya permohonan grasi, fungsi koreksi oleh Presiden dapat dilakukan.

Kemudian, menurut Hendardi, Presiden sebaiknya mengutamakan prisnsip bahwa setiap orang selalu bisa memperbaiki diri. Ia mencontohkan, selama berada di tahanan, beberapa terpidana ternyata dapat berubah menjadi orang yang lebih baik, bahkan berguna bagi lingkungannya.

Selain itu, Presiden juga perlu memperhatikan hak-hak sipil yang melekat pada diri setiap orang. Misalnya, eksekusi mati tidak dapat dilakukan terhadap orang yang mengalami gangguan kejiwaan, wanita hamil, dan anak di bawah umur.

"Tidak bisa menolak grasi secara gelondongan. Grasi ini menyangkut nasib orang per orang. Selama Presiden tidak buta, dia harus mempelajari masing-masing kasus," kata Hendardi.

Pemerintah akan mengeksekusi mati 10 terpidana dalam waktu dekat. Sembilan terpidana mati terkait kasus narkoba sudah dipindahkan ke Nusakambangan, Cilacap. Sebelumnya, enam terpidana juga sudah dieksekusi mati.

Jokowi berkali-kali menyampaikan bahwa penolakan permohonan grasi lantaran ancaman narkoba bagi generasi muda Indonesia. (Baca: Jokowi: "Gimana" Mau Beri Ampunan, Setahun 18.000 Orang Meninggal karena Narkoba)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com