Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Presiden Tidak Bisa Sapu Bersih Permohonan Grasi

Kompas.com - 01/03/2015, 20:29 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menilai penolakan permohonan grasi bagi terpidana mati tidak dapat diputuskan secara semena-mena oleh Presiden Joko Widodo. Menurut Haris, banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memutus suatu permohonan grasi.

"Penolakan Grasi tidak bisa sapu bersih. Ada kasus per kasus yang harus diperhatikan," ujar Haris saat ditemui seusai konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Minggu (1/3/2015).

Haris menjelaskan, dua di antara sejumlah terpidana mati yang akan segera dieksekusi, ternyata memiliki alasan-alasan yang dianggap layak menerima permohonan grasi. Keduanya adalah Mary Jane, terpidana asal Filipina, dan Rodrigo Gularte, terpidana mati asal Brazil.

Mary Jane, kata Haris, sebelumnya adalah seorang pekerja rumah tangga di kota Manila. Haris mengatakan, saat ditangkap oleh Kepolisian Indonesia, Mary Jane tidak mengetahui bahwa bungkusan yang dititipkan majikannya untuk dibawa ke Indonesia adalah narkotika. Bahkan, menurut Haris, Mary Jane bukanlah orang yang berpendidikan tinggi. Ia pun tak bisa berbahasa Inggris, yang menjadi salah satu bahasa utama di Filipina. 

Meksi demikian, dalam proses hukum di Indonesia, Mary Jane tetap dinyatakan bersalah hingga hakim memutuskan untuk memberikan hukuman mati. Sementara itu, Rodrigo Gularte, yang permohonan grasinya ditolak oleh Presiden, ternyata diketahui mengidap penyakit.

Haris mengatakan, eksekusi mati bagi Rodrigo seharusnya dibatalkan. Pasalnya, ia dilindungi Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan bahwa orang yang sakit tidak dapat dieksekusi. Haris kemudian mengaitkan penerapan undang-undang tersebut pada mantan Presiden Soeharto, yang tidak dapat dilakukan proses hukum karena mempertimbangkan alasan kesehatan.

"Rodrigo, dalam medical assesment, sudah dinyatakan menderita gangguan kejiwaan, tetapi tetap tidak dihiraukan. Kalau begitu, siapa yang tidak taat hukum sekarang?" kata Haris.

Sementara itu, sosiolog Robertus Robet, saat ditemui di Kantor Kontras, mengatakan, permohonan grasi memberikan peluang bagi Presiden untuk memutuskan suatu hal yang sangat penting, terkait nyawa seseorang. Selain itu, menurut dia, hal ini juga penting bagi Indonesia, sebagai peluang untuk memperbaiki sistem hukum dan evaluasi proses peradilan di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com