Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tiga Alasan Pemerintah Tak Boleh Batalkan Eksekusi Terpidana Mati

Kompas.com - 20/02/2015, 09:56 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, ada tiga alasan bagi pemerintah Indonesia untuk tidak membatalkan pelaksanaan eksekusi mati bagi terpidana kasus narkotika.

Hal itu disampikan terkait desakan pemerintah Australia yang meminta agar eksekusi mati bagi dua warganya dibatalkan.

"Sulit bagi pemerintah Indonesia untuk menerima intervensi dari Australia. Setidaknya ada tiga alasan," ujar Hikmahanto kepada Kompas.com, Jumat (20/2/2015).

Pertama, menurut Hikmahanto, jika pemerintah membatalkan eksekusi mati bagi warga Australia, maka hal tersebut menunjukan pemerintah tidak berlaku adil terhadap warga negara asing lainnya, yang sudah dieksekusi pada pertengahan Januari 2015.

Saat itu, Kejaksaan melakukan eksekusi mati terhadap enam terpidana mati kasus narkotika. Sebanyak empat terpidana mati diantaranya merupakan warga negara Belanda, Brasil, Vietnam, dan Nigeria.

Alasan kedua, menurut Hikmahanto, pemerintah akan berhadapan dengan masyarakat, jika eksekusi mati dibatalkan. Ia mengatakan, masyarakat akan menilai pemerintah lemah dalam menegakkan hukum dan kedaulatan negara.

Padahal, sebut Hikmahanto, Presiden Joko Widodo di awal pemerintahannya sudah menunjukan ketegasan mengenai kedaulatan.

Ketiga, jika eksekusi mati dibatalkan, menurut dia, pemerintah akan melanggar komitmen dalam ketegasan pemberantasan narkoba. Presiden, kata dia, telah menyatakan janjinya untuk tidak berkompromi terhadap hukuman bagi pengedar narkotika.

"Dalam kuliah umum di Yogyakarta, beberapa waktu lalu, Presiden dengan tegas menolak pemberian grasi bagi terpidana kasus narkotika. Ini janji pemerintah yang harus ditepati," ujar dia.

Perdana Menteri Australia Tony Abbott sebelumnya mendesak Indonesia untuk mengingat kontribusi besar Canberra dalam bantuan setelah tsunami dahsyat tahun 2004. Australia meminta Indonesia membayar kemurahan hati itu dengan membatalkan eksekusi dua warganya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang divonis mati dalam kasus perdagangan narkoba 'Bali Nine'. (baca: PM Australia: Balaslah Bantuan Tsunami dengan Batalkan Eksekusi Mati).

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mempertimbangkan ancaman pemerintah Australia terkait rencana eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Pemerintah akan melakukan eksekusi meskipun mendapat protes dari Australia. (baca: Wapres: Indonesia Tak Pertimbangkan Ancaman Australia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Minta Basuki-Raja Juli Antoni Jamin Pembangunan IKN Tetap Cepat

Jokowi Minta Basuki-Raja Juli Antoni Jamin Pembangunan IKN Tetap Cepat

Nasional
Basuki Sebut Rencana Jokowi Berkantor di IKN Tetap On Schedule Meski Kepala Otorita Mundur

Basuki Sebut Rencana Jokowi Berkantor di IKN Tetap On Schedule Meski Kepala Otorita Mundur

Nasional
Basuki Bantah Kepala Otorita IKN Mundur karena Upacara 17 Agustus

Basuki Bantah Kepala Otorita IKN Mundur karena Upacara 17 Agustus

Nasional
SYL Tilap Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan hingga 50 Persen

SYL Tilap Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan hingga 50 Persen

Nasional
Profil Bambang Susantono, 2 Tahun Jabat Kepala Otorita IKN

Profil Bambang Susantono, 2 Tahun Jabat Kepala Otorita IKN

Nasional
Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

Nasional
Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Nasional
Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak sampai Desember

Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak sampai Desember

Nasional
Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Rupiah Usai Geledah Kamar SYL

Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Rupiah Usai Geledah Kamar SYL

Nasional
PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

Nasional
Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Nasional
Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Nasional
Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Survei Litbang "Kompas": 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com