Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung Minta Labora Sitorus Serahkan Diri

Kompas.com - 06/02/2015, 16:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo mengimbau kepada terpidana kasus pencucian uang, penimbunan bahan bakar minyak, dan pembalakan liar, Labora Sitorus, untuk menyerahkan diri setelah ia kabur dari Lembaga Pemsayrakatan Sorong, Papua Barat.

"Kita imbau agar Labora menyerahkan diri serta menyadari apa yg menjadi tanggung jawab atas yang dia lakukan," kata Prasetyo di Jakarta, Jumat (6/2/2015).

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana mengatakan bahwa pekan lalu Kejaksaan Tinggi Papua telah mengajukan surat pencegahan Labora bepergian ke luar negeri terpidana kasus pencucian uang, penimbunan BBM, dan pembalakan liar, Labora Sitorus. Kejaksaan terus melakukan penelusuran keberadaan mantan anggota Kepolisian Resor (Polres) Raja Ampat, Papua Barat, tersebut.

Labora telah divonis Mahkamah Agung dengan 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar pada 17 September 2014. Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Papua mengajukan kasasi karena vonis Pengadilan Tinggi Papua hanya 8 tahun penjara.

Kantor berita Antara melaporkan, pemilik rekening senilai Rp 1,5 triliun itu sudah tidak berada di Lapas Sorong sejak meminta izin untuk dirawat di RS AL Sorong pada 17 Maret 2014. Seusai berobat, Labora tidak kembali ke Lapas Sorong untuk menjalani masa hukumannya, tetapi melarikan diri dan diduga bersembunyi di rumah keluarganya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com