Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Grasi Terpidana Mati Kasus Narkoba, Jokowi Dianggap Tak Mengerti HAM

Kompas.com - 09/12/2014, 21:12 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik keputusan Presiden Joko Widodo yang akan menolak grasi yang diajukan 64 terpidana mati kasus narkoba.

Saat memberikan kuliah umum di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (9/12/2014), Jokowi mengatakan, Indonesia sudah sampai ke tahap darurat narkoba. Menurut Jokowi, kesalahan para terpidana kasus narkoba sulit untuk dimaafkan karena umumnya adalah para bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi penerus bangsa. (Baca: Jokowi Tolak Permohonan Grasi 64 Terpidana Mati Kasus Narkoba)

"Itu berarti Jokowi enggak mengerti HAM," kata Koordinator Kontras Haris Azhar kepada Kompas.com, Selasa (9/12/2014) malam.

Haris menilai, hukuman mati bukan cara yang tepat untuk menghukum terpidana kasus narkoba. Jika terpidana narkoba di hukum mati, menurut dia, belum tentu para bandar atau pengedar narkoba akan jera. (Baca: Lima Terpidana Mati Kasus Narkoba Akan Dieksekusi Bulan Ini)

Sebaliknya, lanjut Haris, Jokowi justru berpotensi melakukan pelanggaran HAM. Kesaksian-kesaksian yang seharusnya bisa diberikan si terpidana terkait kasus yang menjeratnya akan hilang percuma.

"Yang harus dibongkar bea cukainya dong. Emang narkoba punya pelabuhan sendiri?" ujar Haris.

Haris mengatakan, hukuman yang tepat untuk bandar narkoba adalah hukuman seumur hidup. Menurut dia, hukuman seumur hidup sudah cukup berat untuk dijalani oleh para terpidana kasus narkoba. (Baca: Lima Terpidana Mati Kasus Narkoba Akan Dieksekusi, Ini Komentar Jokowi)

"Taruh saja di Nusakambangan, enggak boleh dijenguk," ujar Haris.

Sebelumnya, Jokowi memastikan akan menolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Kepastian itu disampaikan Presiden Jokowi di hadapan civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dalam kuliah umum yang digelar di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Selasa (9/12/2014). (Baca: Presiden Jokowi Pastikan Tak Akan Beri Grasi ke Pengedar Narkoba)

"Saya akan tolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Saat ini permohonannya sebagian sudah ada di meja saya dan sebagian masih berputar-putar di lingkungan Istana," kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menegaskan, kesalahan itu sulit untuk dimaafkan karena mereka umumnya adalah para bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi penerus bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com