JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Perlindungan Anak menilai, negara tidak optimal dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dengan demikian, implementasi Konvensi Hak Anak PBB yang telah diratifikasi pemerintah sejak 25 September 1990 dianggap belum dilakukan dengan baik.
"Dua puluh lima tahun berlakunya Konvensi Hak Anak PBB dan 24 tahun berlaku di Indonesia, pada praktiknya, pemerintah belum dapat memberikan rasa aman terhadap anak," kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait di Jakarta, Rabu (19/11/2014).
Menurut Arist, pemerintah masih sering alpa dalam kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang belum terselesaikan hingga sekarang.
Arist memaparkan, dari jumlah laporan kekerasan anak sepanjang Januari hingga September 2014, terdapat sebanyak 2.726 kasus. Kejahatan seksual diketahui sebagai yang mendominasi, yakni 58 persen. Adapun pelakunya sebagian besar adalah orang yang seharusnya melindungi anak.
Komnas Anak pun meminta pemerintah untuk merefleksikan lagi tentang penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap anak agar lebih baik pada masa depan, meskipun telah memiliki payung hukum yang jelas dengan meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB. "Sebaiknya, pemerintah merefleksikan lagi Indonesia mau dibawa ke mana. Sekalipun secara politis yuridis terikat kepada UU Konvensi PBB tentang hak anak," tuturnya.
Karena itu, ia juga meminta pemerintah untuk lebih serius menjalankan perannya melindungi anak. Dengan demikian, pada peringatan ratifikasi ke seperempat abad, mata rantai darurat kekerasan terhadap anak dapat diputus. "Pada peringatan 25 tahun nanti, kita harus bangkit bersama memutus mata rantai darurat kekerasan di Indonesia," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.