Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makna Pendekatan Jokowi ke KPK

Kompas.com - 17/11/2014, 07:12 WIB

Oleh Adnan Pandu Praja

KETIKA Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan seseorang menteri sebagai tersangka, pada umumnya mereka resisten dan  mengatakan dirinya tidak merasa pernah korupsi. Sayangnya, hal tersebut juga diamini oleh presidennya.

Fenomena tersebut menggambarkan elite pemerintahan lalu tidak punya kemauan politik (political will) serius dalam memberantas korupsi dan sangat bertolak belakang dengan janji politiknya pada masa kampanye 2009. Ketiadaan political will serupa telah terjadi sejak presiden pertama dengan dikebirinya cikal bakal KPK dengan nama PARAN (Panitia Retooling Aparatur Negara) yang dipimpin AH Nasution.

Dalam perkembangannya, nasib lembaga pemberantas korupsi kembang kempis berganti-ganti nama sampai saat ini. Sebagai masyarakat paternalistik, sesungguhnya peranan pimpinan nasional sangat mujarab mencegah berkembangnya korupsi. Kata orang bijak, ikan busuk mulai dari kepalanya.

Belajar dari kealpaan kampanye 2009 lalu yang hanya menjadikan KPK sebagai komoditas kampanye belaka, para calon presiden pada Pemilu 2014 didaulat menandatangani tujuh komitmen pemberantasan korupsi di hadapan semua media  nasional yang sedang meliput deklarasi harta kekayaan para calon presiden di Komisi  Pemilihan Umum tanggal 30 Juni 2014.

Akibatnya, siapa pun yang akan terpilih sebagai presiden tak bisa mengelak untuk menjalankan butir kelima komitmen pemberantasan korupsi ”mewujudkan adanya tes integritas dalam perekrutan dan promosi di kementerian dan lembaga”.

Komitmen Jokowi

Dalam rangka menjaga konsistensi antara janji politiknya yang akan mendukung anggaran KPK 10 kali lipat dan mematuhi butir kelima komitmen pemberantasan korupsi tersebut, Jokowi merasa perlu datang ke KPK mendengar penjelasan KPK terkait dengan nama calon-calon pembantunya beberapa saat sebelum dilantik sebagai presiden walaupun ditentang para pendukungnya. Itu karena beliau sangat paham risiko yang akan ditanggung apabila mengabaikan rekomendasi KPK, baik terhadap kinerja maupun citra kabinetnya.

Waktu pelacakan yang begitu singkat membuat sulit bagi KPK untuk menjamin mereka tidak akan berurusan dengan KPK selama lima tahun ke depan. Masih ada dua kriteria lagi yang harus dilalui para pembantu presiden; clear dan hebat (”KPK dan Jokowi-JK”, Kompas, 26 Agustus 2014). Yang utama, mereka harus berani menolak intervensi parlemen atau berkolusi dengan partai pengusungnya.

Ternyata hubungan kolutif bukan monopoli Indonesia yang menduduki urutan ke-114 dengan Indeks Persepsi Korupsi 32. Hubungan kolutif terjadi pula baru-baru ini di Negara Bagian New South Wales, Australia, yang melibatkan dua menteri dari Partai Buruh dalam perizinan industri ekstraktif. Padahal, Australia berada di urutan ke-9 dengan indeks 81.

Arti penting konsultasi Jokowi ke KPK malam terakhir sebelum dilantik sebagai presiden memberi pesan kepada seluruh komponen bangsa. Pertama, Presiden telah merekonstruksi batasan hak prerogatif Presiden dalam menentukan para pembantunya tidak lagi bersifat absolut, rahasia, dan sakral. Warna-warni KPK terhadap daftar calon menteri menjadi pertimbangan khusus.

Kedua, Presiden sangat paham posisi KPK sebagai tumpuan harapan rakyat. Bermitra dengan KPK akan memperkuat legitimasi kabinet pro rakyat. Kinerja KPK yang tidak kenal kompromi sangat dibutuhkan untuk membersihkan birokrasi kumuh yang sudah sangat menggurita. Pilihan Presiden berdekat-dekatan dengan KPK bukan tanpa risiko karena setiap saat juga bisa berurusan dengan KPK. Berdasarkan pengalaman selama ini, mereka yang bermasalah cenderung menjaga jarak dengan KPK.

Ketiga, integritas lebih penting daripada kompetensi. Beberapa calon yang tereliminasi memiliki kompetensi yang sangat memadai, tetapi integritasnya diragukan. Para penghuni tahanan KPK umumnya memiliki kompetensi. Bahkan tiga orang bergelar guru besar. Saatnya mereka yang berintegritas tampil memimpin, sebaliknya yang minim integritas akan tergusur.

Jaksa Agung dan Kapolri

Klimaks dari proses seleksi pembantu Presiden nanti pada pergantian Jaksa Agung dan Kapolri khususnya. Untuk itu, kiranya Polri harus secara proaktif membersihkan aparatnya yang berpotensi mencederai visi misi Presiden. Musababnya, visi misi Jokowi-JK akan menempatkan Polri dalam kementerian negara secara bertahap.

Konsekuensi turunan dari kebijakan Presiden, para menteri juga harus memilih para eselon di bawahnya yang berintegritas mulia dengan melibatkan KPK. Di antara eselon I, yang paling berperan signifikan mencegah korupsi adalah inspektorat jenderal. Peranannya sebagai konsultan ataupun quality assurance sangat strategis sebagai second line of defence sebelum ditangani BPK maupun KPK (”Saran Pengawasan kepada Capres”, Kompas, 24 Juli 2014).

Keempat, Presiden memberi contoh bagaimana menafsirkan pasal uji publik pada pemilihan kepala daerah, yang diatur dalam UU Pilkada. Dalam waktu yang memadai, tanpa biaya dan dilakukan oleh instansi yang memiliki kompetensi serta independen, Presiden dapat memperoleh gambaran integritas para calon pembantunya. Karena UU Pilkada tidak mengatur secara jelas, uji publik calon kepala daerah akan multitafsir, makan waktu, berbiaya tinggi, dan rentan pengondisian melalui kampanye media.

Kelima, Presiden dan KPK akan berkoordinasi secara berkala dalam rangka pemberantasan korupsi. KPK diharapkan dapat mengisi jeda kewibawaan Presiden di mata aparatnya ataupun di mata kepala daerah ekses otonomi daerah. Sebagai contoh program KPK tentang koordinasi supervisi mineral dan batubara, ratusan izin tambang telah secara sukarela dicabut para kepala daerah beberapa saat setelah bertemu KPK dan pendapat negara dari royalti meningkat triliunan rupiah. (”Tambang dan KPK”, Kompas, 13 Agustus 2014).

Presiden Jokowi sedang membangun tradisi baru dan membangun positioning bahwa Presiden memiliki misi sama dengan KPK, berjuang untuk kepentingan rakyat. Namun, bangunan tersebut akan luluh lantak manakala Presiden tidak segera melindungi KPK pada saat kritis, kriminalisasi ataupun terhadap upaya yang akan mengebiri KPK melalui berbagai produk legislasi.

Adnan Pandu Praja
Komisioner KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com