Sebagai staf yang membidangi komunikasi politik, Daniel menjadi penyambung lidah SBY terkait kebijakan politik, dan sebagainya. Ia pun sering berhubungan dengan media. Menurut Daniel, dengan latar belakangnya sebagai akademisi, terkadang ia mengalami kesulitan saat berada di antara realitas di pemerintahan dengan kepentingan politik.
Salah satu yang sempat membuat Daniel geram adalah, saat menghadapi pemberitaan media tentang pemerintahan SBY. Tak hanya pujian, 10 tahun pemerintahan SBY juga tak lepas dari berbagai kritik tajam. Namun, bagi Daniel, kritik itu sering kali melampaui batas.
"Pengalaman saya terberat adalah ketika harus menelan atau melihat ketika membaca atau mendengar, atau ketika melihat media mengabarkan sesuatu yang sebetulnya tidak begitu keadaannya tentang Istana. Jadi ketika opini diplintir itu menyakitkan dan lebih menyakitkan karena sejak awal saya tahu tidak mudah memenangkan sesuatu ketika lawannya media massa. Ini painful," kata Daniel, beberapa hari lalu, kepada Kompas.com.
Daniel menyebutkan, melayangkan kritik dari luar pemerintahan memang lebih mudah, jika dibandingkan terlibat langsung di dalamnya. Di balik itu, Daniel mengaku pengalamannya selama lima tahun ini tak akan terlupakan.
"Oleh karena itu, saya mungkin akan jadi pengamat yang lebih lengkap ke depannya nanti karena bisa membagi pengalaman berada di dalam pemerintahan. Inilah pertama kalinya saya punya bos sendiri dalam bekerja, tak terlupakan," papar Daniel.
Apa rencana setelah "lengser" dari Istana?
Pasca 20 Oktober, apa yang akan dilakukan Daniel? Saat ditanya soal ini, Daniel mengaku akan kembali ke kampus. Ia mengatakan, tak ada yang paling dicintainya selain kampus. Sebelum menjadi staf presiden, Daniel tercatat sebagai dosen Sosiologi di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur.
"Tidak ada hal yang saya paling cintai, selain kembali ke kampus," katanya.
Pria kelahiran Sidoarjo, 25 Juni 1959 itu, mengaku mencintai dunia kampus karena gemar berdiskusi berjam-jam dengan para mahasiswa dalam membahas sebuah teori Sosiologi. Hal ini telah jarang dilakoninya dalam lima tahun terakhir.
"Jadi sekarang saya sangat rindu bertemu dengan para mahasiswa berdiskusi tentang teori-teori di Sosiologi dan berbakti untuk negara lewat bidang yang lain, yaitu penelitian," kata Daniel.
Daniel adalah lulusan Sosiologi Universitas Airlangga tahun 1983, dan melanjutkan studi master dan doktor dalam bidang yang sama di Flinders University, Australia, pada tahun 1991 dan 1997. Saat menyabet gelar doktor, wisudawan dengan prestasi akademik terbaik Unair itu membuat disertasi dengan judul "Discourse, Democracy and Intellectuals in New Order Indonesia".
Mobil tua
Selain kembali ke kampus, Daniel juga akan kembali menggeluti hobinya berkutat dengan mobil-mobil tua. Daniel mengaku memiliki mobil Peugeot 505 GTI tahun 1989 yang menjadi kesayangannya.
Kesibukan yang padat selama lima tahun ini membuat Daniel menginapkan mobilnya itu di bengkel.
"Mobil tua saya ini terbengkalai sampai akhirnya rusak dan sudah lima tahun di sana," kata Daniel sambil tertawa lepas.
Suami dari Dendawarti Sparringga dan ayah dari Andiputera Panji Aryadinata dan Della Putri Deppatrina itu berjanji akan kembali mengurusi mobil tuanya itu selepas tak lagi menemani presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.