Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tata Cara Pelantikan Presiden Dipertanyakan

Kompas.com - 30/09/2014, 10:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tata cara pelantikan presiden dan wakil presiden yang diatur dalam Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat berpotensi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu.

Anggota MPR dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan, potensi itu antara lain ada di poin 4-7 Pasal 114 Tata Tertib MPR. Dalam poin 4 disebutkan, pelantikan presiden dan wakil presiden dilakukan dengan bersumpah menurut agama atau berjanji dengan bersungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna MPR. Jika MPR tidak dapat menyelenggarakan sidang, presiden dan wakil presiden bersumpah dan dilantik di hadapan rapat paripurna DPR. Jika DPR tidak bisa bersidang, presiden bersumpah dan dilantik oleh pimpinan MPR dan disaksikan oleh Mahkamah Agung.

"Kalau pimpinan MPR tidak bisa datang, bagaimana? Apakah cukup dilantik di depan Mahkamah Agung seperti zaman Pak Habibie dulu?" tanya Rieke dalam sidang paripurna MPR di Jakarta, Senin (29/9/2014).

"Namanya politik bisa ditekuk, bisa dibuat tidak kuorum juga (sidang paripurna). Mudah-mudahan tidak perlu ada insiden," tambah Eva Kusuma Sundari, anggota MPR dari Fraksi PDI-P.

Namun, Ketua Panitia Ad Hoc I MPR (yang bertugas membahas Tatib MPR) Daryatmo Mardiyanto mengatakan, pasal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Ia malah meminta semua pihak berdoa agar pelantikan presiden 20 Oktober berjalan dengan lancar.

Ketua MPR Sidarto Danusubroto yang memimpin sidang menyatakan, substansi tatib tidak bisa diubah karena semua fraksi sudah membacakan pandangan dan menyetujuinya.

Selain mengesahkan tatib, sidang paripurna yang dihadiri 456 dari 692 anggota MPR itu juga memutuskan, MPR akan membentuk badan sosialisasi, pengkajian, dan anggaran sebagai bagian dari alat kelengkapan.

"Dengan adanya badan tersebut, MPR diberi tugas melakukan pengkajian dan penguatan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, ketetapan MPR, mengkaji sistem ketatanegaraan, dan menyerap aspirasi rakyat," kata Daryatmo.
Rekomendasi

Dalam rapat itu, MPR juga merumuskan tujuh rekomendasi untuk periode selanjutnya. Panitia Ad Hoc II, M Jafar Hafsah, mengatakan, rekomendasi itu antara lain perubahan UUD 1945 dengan tetap berdasarkan Pancasila; penguatan MPR sebagai lembaga tertinggi dalam mengubah, menetapkan, dan menafsirkan UUD 1945; menguatkan wewenang DPD; serta penyederhanaan sistem kepartaian.

"Itu semua hanya rekomendasi berdasarkan hasil kajian tim kerja kajian sistem ketatanegaraan Indonesia. Pelaksanaannya bergantung anggota MPR mendatang," kata Jafar. (A13)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com