Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari 2014 ke 2004, Gerak Mundur ”Buruh Politik”

Kompas.com - 30/09/2014, 08:47 WIB


KOMPAS.com - Persetujuan RUU Pilkada di DPR yang diwarnai perdebatan dan lobi yang alot dalam Sidang Paripurna, Jumat (26/9) dini hari, berbeda dengan persetujuan RUU tentang Pemerintah Daerah pada 29 September 2004, yang hampir bertepatan 10 tahun lalu. Waktu itu, Sidang Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno secara aklamasi menyetujui RUU Pemda untuk disahkan menjadi UU (Kompas, 30/9/2004).

Persetujuan RUU Pemerintah Daerah (Pemda) yang memuat ketentuan mengenai pilkada langsung oleh DPR tahun 2004 lalu itu ibarat peristiwa monumental dalam perjalanan demokrasi di Indonesia setelah reformasi. Namun, esensi pilihan pada pilkada langsung pada pembahasan RUU Pemda tahun 2004 itu dijungkirbalikkan dengan voting RUU Pilkada di DPR saat ini. DPR periode 2009-2014, di akhir masa jabatannya, mencatat sejarah hitam dengan menyetujui pilkada dipilih oleh DPRD.

Sebagai gambaran, dalam Pasal 24 Ayat (5) UU No 32/2004 disebutkan, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Dalam Pasal 56 Ayat (1) juga disebutkan, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Secara akademis, pilkada langsung atau tak langsung memang mengundang perdebatan. Ada argumen pro dan kontra. Ada untung dan rugi. Namun, secara politis, pada 2004, DPR secara aklamasi lebih memilih pilkada langsung untuk mengejawantahkan keinginan dan aspirasi rakyat.

Tetap ingin langsung

Saat ini, dari berbagai survei, terlihat rakyat pun menginginkan pilkada secara langsung. Misalnya, dalam jajak pendapat Kompas yang diterbitkan pertengahan September 2014, hampir semua responden (91) persen menilai pelaksanaan pilkada secara langsung lebih demokratis ketimbang pilkada melalui DPRD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kedaulatan rakyat dan jaminan berlangsungnya hasil reformasi diyakini 84 responden lebih terjaga melalui pilkada langsung.

Akan tetapi, politisi di DPR periode 2009-2014 ibarat telah menjadi ”buruh politik” yang mengamini apa yang diperintahkan elite politik. Pilihan pada pilkada tak langsung oleh DPR saat ini bukan terkait perdebatan akademis, melainkan lebih terkait eksploitasi para politisi terhadap hak rakyat akibat kepentingan segelintir elite.

Pengamat politik J Kristiadi menilai, para politisi di DPR ternyata hanya menjadi ”buruh” politik. Para buruh politik sekadar tunduk kepada majikan politik, yaitu elite politik.
Yang lebih parah, sebagai buruh politik, para politisi tidak mau dengan nurani menggali dan mendengar keinginan rakyat atau suara kebatinan rakyat yang terlihat dari berbagai survei yang ada, yaitu rakyat tetap menginginkan pilkada langsung.

Kondisi seperti itu, lanjut Kristiadi, memang mengerikan. Pembusukan di lembaga legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat terjadi karena sarat kepentingan segelintir elite politik. ”Itu namanya politik ekstraktif, yaitu hanya mengeruk kekuasaan dari rakyat untuk kepentingan segelintir elite,” katanya.

Perubahan pertarungan politik dalam proses pembahasan RUU Pilkada selama ini memang tidak terlepas dari hasil Pemilu Presiden 2014 lalu. Partai-partai yang kalah mengusung calonnya menjadi presiden terpilih terkesan ingin melakukan politik ”balas dendam”.

Perjalanan demokrasi Indonesia kini kembali mundur jauh ke masa 10 tahun lalu. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri saat Rapat Kerja Nasional IV PDI-P mengungkapkan, upaya mengembalikan pilkada langsung menjadi pilkada tak langsung melalui DPRD merupakan gerak mundur dan tidak akan mendapatkan legitimasi dari rakyat yang menghendaki pilkada langsung.

”Gerak mundur ini dipastikan tidak akan mendapatkan legitimasi dari rakyat karena mencoba mencabut hak politik rakyat,” kata Megawati.

Kini, salah satu solusi berada di hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Apa putusan MK jika masyarakat sipil mengajukan uji materi UU Pilkada nanti? Masyarakat pun menunggu putusan MK yang ”monumental”. (Ferry Santoso)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com