Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan Pencabutan Hak Politik Dinilai Anas Bermuatan Politis

Kompas.com - 18/09/2014, 20:49 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, menilai tuntutan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi bermuatan politis. Apalagi, kata Anas, dalam tuntutannya, tim jaksa KPK meminta pencabutan hak politik Anas untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Ini sesungguhnya puncak dan sekaligus mahkota dari dakwaan dan tuntutan politik JPU. Dengan tujuan terdakwa kehilangan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik. Inilah nuansa yang hendak dituju dakwaan dan tuntutan politik," kata Anas, membacakan pledoi atau nota pembelaannya, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (18/9/2014).

Pledoi pribadi Anas tersebut ditulis dengan tulisan tangan sebanyak 80 halaman. Menurut Anas, muatan politis dalam tuntutan Jaksa KPK mulai tampak dari awal surat dakwaan.

Ia mengatakan, pada bagian awal, surat dakwaan yang disusun tim jaksa KPK tersebut menyebutkan bahwa Anas mempersiapkan diri untuk menjadi calon Presiden RI sejak 2005. Anas menilai kutipan dakwaan yang menyebut dia berniat jadi presaiden tersebut hanya berdasarkan cerita dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

"Sungguh tidak rasional, absurd, mengada -ada, dan hanya berdasarkan cerita saksi istimewa, Nazaruddin, yang baru belajar politik dari terdakwa (Anas) 2007," ujar Anas.

Selain itu, menurut Anas, dakwaan dan tuntutan jaksa KPK semakin beraroma politik ketika surat tuntutan ditutup dengan nasihat politik.

Dalam tuntutan yang dibacakan pekan lalu, jaksa KPK menyampaikan harapannya agar Anas yang pernah memakai identitas Wisanggeni bisa bertindak dengan hati yang dipenuhi keluhuran budi, untuk rela berkorban demi keutuhan negeri. Dalam dunia pewayangan, Wisanggeni dikenal sebagai putra Arjuna yang dikenal pemberani, tegas dalam bersikap, serta memiliki kesaktian luar biasa. Wisanggeni dan Antasena dikenal sebagai martir dalam perang Barathayuda, mengorbankan diri mereka untuk kemenangan Pandawa.

"Meski pun terdakwa tidak bisa ikut dalam kontestasi Bharatayuda Pilpres 2014, tetapi pengorbanannya menjadikan unggulan Pandawa dalam perang Bharatayuda. Bukankah Ronggowarsito pernah: Surodiro Jayadiningrat, Lebur Pangestuti," kata jaksa menutup tuntutannya beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Anas menganggap nasihat politik jaksa KPK tersebut sangat bermakna dan menjadi penutup sempurna bagi tuntutan yang dianggapnya bermuatan politik tersebut.

Adapun pledoi yang dibacakan Anas ini merupakan tanggapan atas tuntutan tim jaksa KPK. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair lima bulan kurungan. Selain itu, jaksa menuntut Anas membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya sesuai dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, yakni kira-kira Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS.

Jaksa menilai Anas terbukti bersalah menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang. Menurut Jaksa, awalnya Anas berkeinginan menjadi calon presiden RI sehingga berupaya mengumpulkan dana. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana.

Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut Jaksa, Anas dan Nazar bergabung dalam perusahaan Permai Group. Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu. Uang itu berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com