Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puskapol UI: Survei yang Menangkan Prabowo Tak Penuhi Kaidah Statistik

Kompas.com - 10/07/2014, 06:54 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Pusat Kajian Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia mengatakan, empat lembaga survei yang memenangkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tidak memenuhi kaidah statistik. Alasannya, selisih suara yang dirilis keempat lembaga survei itu tidak ada yang lebih dari 2 persen atau masih dalam batas margin of error.

Hal itu disampaikan Manajer Riset Puskapol FISIP UI, Dirga Ardiansa, melalui pesan elektronik kepada Kompas.com, Rabu (9/7/2014) malam.

"Hasil quick count lembaga survei tersebut tidak bisa diambil kesimpulan apa pun dan batal berdasarkan kaidah statistik. Karena, selisihnya harus lebih dari nilai margin of error-nya yang 1 persen," kata Dirga.

Empat lembaga survei yang dimaksud adalah Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Indonesia Research Center (IRC), Lembaga Survei Nasional (LSN), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI). Khusus mengenai Puskaptis, Dirga mengatakan, lembaga itu memang mengeluarkan hasil dengan selisih suara 2 persen.

"Artinya, nilai 52 persen (Prabowo) bisa ada kemungkinan kenyataannya turun menjadi 50 persen dan nilai 48 persen Jokowi naik menjadi 50 persen. Jika kondisi seperti itu, hasil Puskaptis yang paling mencolok pun tidak bisa disimpulkan hasilnya berdasar kaidah statistik," ujar dia.

Dirga mengatakan, hal ini berbeda dengan beberapa lembaga survei yang memenangkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Beberapa lembaga survei tersebut, kata dia, menunjukkan selisih lebih dari 2 persen.

"Maka, secara keilmuan statistik bisa diambil kesimpulan hasilnya (oleh tim Jokowi-JK)," kata dia.

Beberapa lembaga yang dimaksud Dirga adalah Litbang Kompas, Center for Strategic and International Studies (CSIS), Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Indikator Politik, Lingkaran Survei Indonesia, dan Radio Republik Indonesia (RRI).

Mengapa berbeda?

Dirga mengatakan, salah satu faktor penentu tingkat presisi sebuah hitung cepat adalah jumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang digunakan sebagai sampel. Menurut dia, semakin banyak jumlah sampel TPS yang diambil, semakin presisi prediksi lembaga survei tersebut terhadap hasil pemilu.

"Tapi hasil mereka bukan berarti tidak bisa meleset dari kenyataannya. Maka, setiap lembaga harus declare berapa tingkat ambang batas kesalahan yang mereka ambil. Ini yang disebut margin of error," kata dia.

Staf pengajar Ilmu Politik UI itu, menjelaskan, perbedaan hasil hitung cepat tergantung dari faktor pengukuran, seperti besaran jumlah TPS, distribusi atau coverage (jangkauan) wilayah, dan tingkat keacakan dalam menentukan TPS.

"Tapi juga ada faktor non-pengukuran, yaitu faktor etika dan manusianya sebagai penggerak riset tersebut. Faktor yang terakhir sulit dibuktikan, tapi ada pengaruhnya karena terkait kredibilitas," kata Dirga.

Baca juga:
"Quick Count", Ini Hasil Lengkap 11 Lembaga Survei

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com