Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilusi Pemimpin Besar

Kompas.com - 26/06/2014, 16:17 WIB


Oleh: Hamdi Muluk

”Pemimpin itu ditinggikan seranting, didahulukan selangkah.”
(Peribahasa Minangkabau)

KOMPAS.com - Walaupun dibesarkan dengan tradisi nilai-nilai agama Islam dan filsafat Minangkabau selama puluhan tahun, baru akhir-akhir ini saya menyadari makna filosofis peribahasa di atas.

Bertahun-tahun—ratusan, bahkan ribuan—yang lalu orang beranggapan bahwa pemimpin itu adalah semacam satrio piningit, raja agung, atau semacam Ratu Adil (Mesias) yang sengaja diutus Tuhan menyelesaikan masalah keseharian kita di dunia ini. Harapan akan lahirnya pemimpin besar selalu disematkan dalam kesadaran kolektif kita. Alhasil, di setiap kemunculan pemimpin besar pada umumnya selalu disertai dengan pengultusan dan mitologisasi terhadap pemimpin tersebut dalam pelbagai macam atribut: baik fisik, ucapan, maupun tindak tanduk. Namun, anehnya, sejarah pula yang memperlihatkan kepada kita bahwa orang yang digadang-gadang sebagai pemimpin besar itu pula yang membawa kita pada kehancuran peradaban.

Tokoh seperti Hitler, Napoleon, Mussolini,  Saddam Hussein, Joseph Stalin, dan Kim Jong Il hanyalah beberapa contoh kecil di antara sederet pemimpin yang pernah ditahbiskan sebagai pemimpin besar. Mereka pada awalnya dirindukan untuk memperbaiki keadaan, tetapi berakhir dengan kekecewaan. Peribahasa Minangkabau tadi sepertinya bisa dimaknai sebagai kearifan untuk tak terjebak dalam kesalahan sejarah yang sama: sebuah kerinduan atau mungkin lebih tepatnya ilusi terhadap pemimpin besar.

Siapa pemimpin besar?

Studi ilmiah dalam bidang kepemimpinan dalam 100 tahun terakhir menunjukkan pergeseran signifikan dalam konsepsi mengenai pemimpin, leader, dan kepemimpinan, leadership. Studi awal tentang kepemimpinan memang coba mempelajari sifat-sifat yang dianggap dimiliki orang-orang besar atau pemimpin besar, Traits of the great leader, dalam sejarah. Sejarawan Thomas Carlyle (1840) adalah tokoh pertama yang melontarkan pendapat ”pemimpin besar itu dilahirkan, tidak bisa dibentuk”. Teori orang besar memasukkan juga dalam kelompok ini pemimpin karismatik, yaitu orang-orang dengan kualitas khusus yang berbeda dari orang kebanyakan. Namun, sosiolog Herbert Spencer pada 1896 membantahnya; pemimpin dibentuk masyarakatnya.

Teori psikologi kepemimpinan terhadap tokoh-tokoh besar ternyata gagal menemukan sifat yang konsisten yang ada pada pemimpin yang sukses ataupun yang gagal. Baik pemimpin yang sukses maupun gagal bisa sama-sama pintar, tegas, ramah, otoriter, agresif, introver, ekstrover, keras, dan seterusnya. Jadi, apa yang membedakan pemimpin yang sesungguhnya dengan yang bukan pemimpin sesungguhnya?

Teori kepemimpinan modern belakangan ini (di antaranya situational, contingency, transactional, transformational, dan authentic leader), terutama setelah runtuhnya kerajaan dan berkembangnya negara demokrasi modern, memperlihatkan bahwa orang yang bisa disebut sebagai pemimpin besar itu tidak ditentukan atribut fisik, ucapan besar, tindak tanduk yang besar, tapi oleh kemampuannya membumikan gagasan (visi) menjadi realitas dengan menggerakkan semua sumber daya dan potensi pengikutnya untuk mewujudkan visi tersebut.

Dengan kata lain, sebenarnya kita bicara tentang pemimpin yang efektif dengan ukuran yang jelas: rekam jejak, visi, dan kualitas pribadi. Ukuran pemimpin besar setelah dia tidak lagi menjabat juga jelas: warisan bagi publik. Dengan kata lain, keefektifan kepemimpinan seorang pemimpin di area publik (atau politik) sangat jelas: kiprah dan kerja nyata buat publik.

Berpegang pada jejak-jejak kepemimpinan dalam dunia publik ini pulalah sebenarnya kita bisa memaknai kebesaran Soekarno dan deretan pemimpin besar lain dalam arti yang positif, seperti Martin Luther King Jr, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, dan Umar bin Abdul Aziz.  Soekarno menjadi besar karena berangkat dari keseharian, penderitaan, cita-cita, dan aspirasi rakyat banyak yang ditangkapnya serta dirumuskan menjadi visi kenegaraan yang kuat dan mampu menggerakkan pengikutnya untuk mencapai visi itu. Visi kenegaraan itu menjadi jelas karena dilandasi nilai-nilai ideologis yang kuat (berdaulat, mandiri, dan berkepribadian), yang kita kenal sebagai Trisakti, untuk menyebut sebagian saja dari visi kenegaraan Soekarno.

Soekarno tidak menjadi besar hanya karena atribut fisik, gestur, dan tindak tanduk yang lebih banyak bersifat mitologisasi dan pengultusan. Tidak juga sebenarnya hanya bersandar pada retorika-retorika besar ”kosong” yang tidak realistis dilaksanakan. Label karismatik hanyalah produk akhir dari proses di atas. Ini yang harus kita pahami. Dalam konteks ini saya baru paham peribahasa orang Minangkabau di atas: pemimpin adalah bagian dari kita, berangkat dari seharian kita; kita naikkan, kita kontrol, dan kita turunkan pula.

Pemimpin efektif

Mari kita elaborasi secara singkat konsep orang Minangkabau tentang kepemimpinan: ”ditinggikan seranting, didahulukan selangkah”. Orang Minangkabau sejak lama secara sosiologis adalah masyarakat demokratis, egaliter, dan terbuka. Selama ratusan tahun sebelum menjadi bagian dari Republik Indonesia, mereka sudah hidup dalam bentuk nagari yang dikepalai pemimpin yang dipilih secara demokratis. Oleh karena itu, pemimpin tidak pernah dipahami sebagai sosok besar yang absolut, otoriter, dan tidak bisa dikontrol.

Pemimpin akan ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah manakala dia mempunyai kualifikasi sebagai pemimpin, punya visi yang jelas, punya kompetensi memimpin, dan—yang terpenting—bisa dimintakan akuntabilitasnya. Oleh karena itu, dia jangan dikultus dan dimitoskan sebab itu akan membuat dia  tak lagi tinggi seranting, tapi menjadi sosok yang jauh di atas pohon atau  di atas gunung; dia sudah berlari terlalu jauh, tidak lagi didahulukan selangkah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com