Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Direktur INES: Tuding Survei Dibayar Jokowi, Fadli Zon Harus Berkaca

Kompas.com - 23/06/2014, 19:24 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network Election Survey (INES), Irwan Suhanto, menilai, pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang menyebut survei yang dilakukan Litbang Kompas dibayar kubu Joko Widodo terlalu tendensius. Irwan meminta agar Fadli berkaca melihat partainya sendiri daripada menuding lembaga survei lain.

"Seharusnya Fadli tidak usah tendensius dan berlebihan kalau ada lembaga survei yang menempatkan Prabowo di bawah Jokowi. Kalau mau main buka-bukaan, bisa repot itu Gerindra. Lebih baik berkaca dari dalam partai saja," ungkap Irwan, Senin (23/6/2014).

Irwan mengatakan, pernyataan Fadli yang langsung menuduh tanpa bukti bisa menjadi bola panas ke depannya. Litbang Kompas, kata Irwan, bisa saja menggugat pernyataan Fadli jika bisa membuktikan kevalidan data surveinya.

Di pihak lain, sebut Irwan, kubu Jokowi juga bisa bereaksi dengan membuktikan survei mana yang dibayar pihak lawan. Irwan menjelaskan, untuk membedakan sebuah survei adalah pesanan atau tidak memang cukup sulit dilakukan. Hal itu, kata dia, harus dilakukan dengan membedah latar belakang dan sebaran responden yang digunakan.

Sebuah survei pesanan, kata Irwan, bisa saja menggunakan responden di sebuah daerah yang merupakan basis pendukung kandidat tertentu. Hal lainnya yang dilakukan lembaga survei untuk menuruti keinginan kliennya adalah dengan membuat data bohong.

"Mereka tidak turun lapangan, cukup kerja di balik komputer. Ini yang namanya abal-abal. Makanya, untuk membuktikan itu, harus ditelusuri bagaimana proses pengambilan datanya dan bagaimana sebaran respondennya," ucap Irwan.

Tudingan Fadli Zon

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menuding survei yang dilakukan Litbang Kompas dan lembaga survei lainnya yang menempatkan pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di posisi kedua adalah pesanan dari kubu Jokowi-Jusuf Kalla. Fadli meyakini Prabowo-Hatta sekarang sudah bisa melampaui Jokowi-JK.

"Ya survei Kompas itu kan dari apa sih dibuatnya? Kalau survei lain sudah melampaui Jokowi kok. Nah itu, siapa yang bayar surveinya. Yang bayar ya mereka (Jokowi-JK)," kata Fadli, saat dijumpai seusai menemani Mahfud MD bertemu dengan Rachmawati Soekarnoputri di Jalan Jatipadang Raya, Jakarta, Minggu (22/6/2014).

Fadli mengatakan, berdasarkan survei internal yang dilakukan pihaknya, jarak antara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK hanya terpaut 1-2 persen. Fadli pun menyebut hasil survei lembaga lain seperti Lembaga Survei Nusantara yang menempatkan Prabowo-Hatta di posisi teratas dengan jarak sampai 8 persen dan survei Puskaptis yang juga menempatkan Prabowo-Hatta di posisi puncak dengan jarak sekitar 5 persen.

"Kami yakin kami semakin kuat. Insya Allah target kami menang 65 persen, semoga mendekati itu," katanya.

Seperti diberitakan, hasil survei Litbang Kompas menunjukkan pasangan Jokowi-JK masih memimpin popularitas dukungan masyarakat dengan 42,3 persen, unggul dari pasangan Prabowo-Hatta yang dipilih oleh 35,3 persen. Namun, dengan perbedaan sekitar 7 persen, masih mungkin terjadi perubahan karena jumlah warga yang belum menentukan pilihan cukup besar.

Dari survei itu juga diketahui bahwa wilayah Jawa masih menjadi perebutan sengit antarkedua kubu. Prabowo-Hatta diketahui memiliki basis dukungan di Banten dan Jawa Barat. Sementara Jokowi-JK menguasai wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com