Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa KPK Sebut MS Kaban Ingin Hindari Tanggung Jawab Hukum

Kompas.com - 18/06/2014, 20:52 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai mantan Menteri Kehutanan MS Kaban berusaha menghindari tanggung jawab hukum karena membantah menerima suap dari pemilik PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo. Hal itu tertuang dalam surat tuntutan Anggoro dalam kasus dugaan suap pengajuan anggaran proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (18/6/2014).

"Baik keterangan terdakwa mau pun saksi MS Kaban kami nilai sebagai alasan terdakwa dan saksi MS Kaban untuk menghindari tanggung jawab hukum atas perbuatannya," ujar Jaksa Dody Sukmono, saat membaca analisis yuridis dalam surat tuntutan Anggoro.

Jaksa menilai keterangan Kaban tanpa didukung alat bukti. Sementara itu, jaksa mengklaim memiliki bukti kuat adanya permintaan uang kepada Anggoro, yaitu bukti rekaman percakapan telepon. Dalam rekaman percakapan yang disadap KPK, terungkap beberapa kali Kaban meminta uang kepada Anggoro, baik secara langsung maupun melalui sopir Kaban, M Yusuf.

"Fakta bahwa terdakwa memberikan sejumlah uang dan barang kepada MS Kaban bukanlah rekayasa penuntut umum untuk membuktikan dakwaan," ujar jaksa Dody.

Jaksa membuktikan, nomor telepon yang digunakan Anggoro saat menerima telepon atau menghubungi Kaban, sama dengan yang digunakan untuk menelepon saksi lainnya. Baik Kaban mau pun Anggoro membantah pernah berhubungan melalui telepon untuk membicarakan permintaan uang. Namun, Anggoro membenarkan nomor telepon yang digunakannya. Untuk memastikan itu, jaksa juga menghadirkan saksi ahli suara Joko Sarwono di persidangan.

Joko mengatakan suara rekaman percakapan telepon identik dengan suara asli Kaban dan Anggoro.

"Penyangkalan terdakwa terhadap percakapan antara terdakwa dengan Kaban hanyalah upaya terdakwa untuk menutupi perbuatan terdakwa dan Kaban," lanjut jaksa.

Jaksa menilai, Anggoro terbukti memberikan sejumlah uang kepada Kaban terkait proyek SKRT di Kementerian Kehutanan. Pada 7 Agustus 2007, menurut jaksa, Anggoro terbukti memberikan uang 15.000 dollar AS kepada Kaban. Anggoro kembali memberikan uang kepada Kaban sebesar 10 ribu dollar AS pada 16 Agustus 2007 dan 20 ribu dollar AS pada Februari 2008.

Kemudian, pada 25 Februari 2008, Kaban melalui SMS, meminta Anggoro menyediakan Traveller Cek (TC) Rp 50 juta dan pada 28 Maret 2008 meminta uang sebesar 40.000 dollar Singapura.

Selain itu, atas perintah Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, Anggoro juga memberikan dua unit lift seharga 58, 581 ribu dollar AS untuk menara dakwah. Menara dakwah itu, disebut biasa digunakan untuk kegiatan PBB. Anggoro dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsiber 4 bulan kurungan penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com