Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tetapkan Bupati Biak Numfor dan Pengusaha sebagai Tersangka

Kompas.com - 17/06/2014, 20:30 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Biak Numfor, Papua, Yesaya Sombuk sebagai tersangka. Yesaya diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek penanggulangan bencana di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.

"Berdasarkan hasil telaah, hasil ekspose tersebut dan dalam forum ekspose tersebut disimpulkan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana, tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh karena itulah KPK menerbitkan sprindik (surat perintah penyidikan) yang artinya kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan," kata Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (17/6/2014).

Yesaya ditetapkan sebagai tersangka setelah ditangkap petugas KPK dalam operasi tangkap tangan di Hotel Acacia, Senin (16/6/2014) malam. Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain Yesaya, KPK menetapkan pengusaha dari perusahaan konstruksi, Teddi Renyut, sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Teddi diduga sebagai pihak pemberi uang kepada Yesaya.

"TR (Tedi Renyut) kapasitasnya sebagai tersangka selaku pemberi," sambung Abraham.

KPK menjerat Teddi dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Abraham mengungkapkan, Yesaya diduga menerima uang 100.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 947,3 juta (kurs 9.437). Uang tersebut ikut diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan.

"Uang 100.000 dollar Singapura, enam lembar pecahan 10.000, 40 lembar 1.000 dollar Singapura," ujar Abraham.

Berdasarkan pengakuan Yesaya, kata Abraham, uang itu diterimanya dalam dua tahap, yakni sebesar 63.000 dollar Singapura pada hari Jumat (13/6/2014) dan sisanya 37.000 dollar Singapura pada hari penangkapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com