Demikian dikatakan Ketua SETARA Institute Hendardi saat jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Minggu (8/6/2014).
"Pasangan ini tidak percaya diri sehingga menggunakan Soeharto sebagai salah satu materi kampanye untuk menghimpun dukungan politik," kata Hendardi seperti dikutip Tribunnews.com.
Dengan menjual nama Soeharto, kata Hendardi, maka hal itu menjadi bukti pasangan Prabowo-Hatta miskin gagasan.
"Atau bahkan kesengajaan untuk memperoleh sumber daya politik dari kekuatan orba," tuturnya.
Selain itu, ujarnya, memuja Soeharto menunjukkan bahwa pasangan tersebut memiliki kedekatan dengan presiden yang memimpin Indonesia selama 32 tahun.
"Asumsi yang mengatakan bahwa kehadiran Prabowo Subianto dalam kontestasi pilpres sebagai kebangkitan orde baru menjadi benar," ucapnya.
Untuk itu, Hendardi mengatakan, patut diwaspadai penggunaan represi politik atas nama stabilitas yang sangat mungkin diadopsi pasangan ini.
Hendardi juga mengatakan bahwa penggunaan Soeharto sebagai salah satu materi kampanye menunjukkan bahwa pasangan Prabowo-Hatta sangat pragmatis dengan setiap gagasan dan dukungan politik tanpa verifikasi yang jernih.
Padahal, gagasan mengusung Soeharto sebagai pahlawan sangat melukai rakyat dan bertolak belakang dengan mandat reformasi.
"Cara pragmatis ini sama dengan terbukanya pasangan ini yang menerima dukungan FPI dengan 10 agenda, yang sebagiannya kontradiktif dengan gagasan kebangsaan Indonesia," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.