Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksepsi Anas Singgung SBY Minta Jadi Ketua Dewan Pembina Demokrat

Kompas.com - 06/06/2014, 20:15 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menyebut Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta dipilih secara aklamasi sebagai Ketua Dewan Pembina (Wanbin) Partai Demokrat dalam kongres tahun 2010 di Bandung. Hal itu disampaikan Anas saat membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (6/6/2014).

"Dalam proses pemilihan Ketua Dewan Pembina dilakukan secara aklamasi karena Pak SBY meminta dipilih secara bulat. Tidak mau ada calon lain yang berkompetisi," kata Anas.

Awalnya, Anas menjelaskan, Kongres Partai Demokrat tak hanya sebagai forum untuk memilih ketua umum, melainkan juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Ia memberikan gambaran singkat mengenai kongres sebab kasus dugaan korupsi yang menimpanya dikaitkan dengan pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Anas melanjutkan, saat itu, seluruh peserta kongres diminta mendukung SBY, termasuk tim relawan dan DPC yang mendukung Anas.

"Kepada saya, Pak SBY juga secara khusus meminta didukung dan dipilih secara aklamasi Ketua Dewan Pembina," sambung Anas.

Sementara itu, Anas mengatakan, dalam proses pemilihan Ketua Umum ia mengedepankan prinsip-prinsip dalam berkompetisi. Anas mengaku tak pernah menyerang kandidat Ketua Umum lain dan tidak membeli suara. Suami Atthiyah Laila itu membantah dakwaan jaksa yang menyebutnya memberikan uang kepada peserta kongres agar memilihnya sebagai Ketua Umum. Anas didakwa menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain.

Menurut Jaksa, mulanya Anas berkeinginan menjadi calon presiden RI sehingga berupaya mengumpulkan dana. Anas disebut menerima 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD senilai Rp 735 juta, serta uang Rp 116,525 miliar, dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat.

Berdasarkan surat dakwaan jaksa, uang yang diterima Anas digunakan untuk keperluan pemenangannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Ia juga disebut mendapat fasilitas survei gratis dari PT Lingkaran Survei Indonesia senilai Rp 478, 632 juta. Selain itu, Anas didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 20,8 miliar dan Rp 3 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com