Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY: Di Era Reformasi yang Terbuka, Tak Ada Ruang Curang di Pemilu

Kompas.com - 06/04/2014, 10:28 WIB


SURABAYA, KOMPAS.com
-- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, pada era reformasi yang terbuka dan demokratis di Indonesia saat ini, tidak ada ruang dan sulit bagi siapa pun untuk melakukan kecurangan dalam pemilu. Pasalnya, banyak pihak yang mengawasi.

Presiden SBY saat pertemuan dengan pimpinan media massa di Surabaya, Sabtu (5/4/2014) malam, mengatakan, sistem dan Undang-Undang Pemilu yang berlaku saat ini dibuat oleh DPR yang multipartai dan pemerintah, yang juga terdiri dari menteri dari beberapa partai politik. Dengan demikian, dipastikan aspirasi dan kepentingan partai sudah terakomodasi dalam sistem dan Undang-Undang Pemilu tersebut.

Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini bersifat independen dan dipilih oleh DPR yang multipartai. Dengan demikian, semua pihak terkait dalam penyelenggaraan, pengawasan, dan penegakan hukum pemilu sudah independen.

"Begitu juga pers yang tentu akan mengontrol jalannya pemilu dengan independen," kata Presiden seperti dikutip dari Antara.

Potensi kecurangan dalam pemilu, lanjut Presiden, terjadi bila sistem dan Undang-Undang Pemilu dikooptasi oleh kepentingan mayoritas tunggal partai tertentu. Selain itu, jika KPU, Bawaslu, serta MK tidak independen atau bekerja dalam pengaruh kekuasaan pihak tertentu.

"Di era sekarang ini sangat sulit. Dari pusat sampai daerah, semua partai saling mengawasi. Di TPS ada saksi, dihitung di tingkat PPS, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga ke pusat saling diawasi oleh semua partai, apalagi sekarang ini ada IT (teknologi informasi) yang bisa mengawal penghitungan," kata Presiden.

Presiden mendorong kepada semua pihak yang menemukan kecurangan dalam pemilu agar menempuh jalur dan mekanisme hukum yang ada, seperti ke Bawaslu dan MK. Temuan itu jangan diselesaikan dengan kekerasan atau hal-hal yang mencederai martabat demokrasi.

Menurut SBY, demokrasi di Indonesia ini sudah masuk dan menuju ke deretan negara yang sistem demokrasinya mapan. Hal itu dibuktikan dengan keberhasilan bangsa Indonesia pascareformasi menggelar pemilu tiga kali, di mana dua kali di antaranya pemilu langsung dipilih rakyat yang berlangsung lancar dan damai.

Untuk itu, Presiden meminta kepada TNI dan Polri untuk menjamin Pemilu 2014 harus kembali berlangsung damai dan demokratis. "Situasi politik dan keamanan kita harus stabil agar pembangunan dan investasi terus tumbuh berkembang," katanya.

Presiden memprediksi situasi politik setelah Pemilu Legislatif 9 April 2014 akan semakin dinamis dan panas. Pasalnya, akan ada peta politik baru menuju Pemilu Presiden 9 Juli 2014 hingga dilantiknya presiden baru pada 20 Oktober 2014 nanti.

"Saya berharap siapa pun yang kalah hendaknya menerima dengan jiwa besar, meskipun kalah itu memang menyakitkan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com