Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian: Televisi Jadi Sarana Menggebuk Jokowi

Kompas.com - 26/03/2014, 01:03 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Media televisi nasional yang dimiliki segelintir orang membuat kekuatan pemilik media tak terbantahkan. Semakin banyak media televisi yang dimiliki, semakin besar pula intervensi terhadap konten dan pemberitaan di televisi. Apalagi, para pemilik media ini terafiliasi partai politik tertentu.

Tak ayal, media televisi yang frekuensinya adalah milik publik itu justru menjadi sarana narsisme dan alat menyudutkan lawan politik. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan Pemerhati Regulasi dan Regulator Media (PR2Media).

“Televisi tidak hanya digunakan pemilik untuk meningkatkan citra yang baik, tetapi juga tanpa ragu digunakan untuk menggebuk lawan-lawan politiknya atau setidaknya menenggelamkannya dari liputan,” ujar peneliti PR2Media, Puji Rianto, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (25/3/2014).

Menjelang pelaksanaan pemilu, pemilik media yang terafiliasi partai politik, lanjutnya, mempunyai kepentingan untuk meningkatkan citranya sendiri dan menenggelamkan popularitas lawan politik. Salah satu kasus yang terbaru, imbuh Puji, terkait media yang secara sistematis berusaha menurunkan popularitas Jokowi.

“Bagi media, Jokowi itu diistilahkan sebagai media darling. Maka dari itu, pemberitaan terus-menerus Jokowi hanya akan membuat upaya meningkatkan citra pemilik media menjadi tidak begitu berarti. Oleh karena itu, televisi partisan berusaha mengerem pemberitaan Jokowi kalau ada kesempatan sampai menjatuhkannya,” imbuh Puji.

Salah satu contohnya adalah ketika Jokowi berteriak soal mobil murah. Saat itu, RCTI tidak memberikan ruang sama sekali. Sebaliknya, papar Puji, RCTI justru membuat berita yang bernada miring tentang Jokowi tanpa dasar argumen yang kuat. Kesimpulan ini didapat setelah peneliti PR2Media mewawancarai Dandy Dwi Laksono, mantan Koordinator Liputan RCTI.

Di dalam penelitian ini pula dipaparkan penjelasan dari Corporate Secretary MNC Grup, Arya Sinulingga. Ia membantah adanya intervensi dalam tubuh redaksi di media dalam jaringan MNC Grup.

Hal ini dibuktikan ketika jurnalis terlibat dalam partai politik, maka dia tidak boleh lagi terlibat dalam rapat-rapat redaksi. Menurut Arya, redaksi diberi keleluasaan untuk membuat agenda liputannya sendiri.

Selain bentuk intervensi langsung melalui pengarahan konten pemberitaan, penelitian PR2Media juga menjabarkan intervensi pemilik media secara tidak langsung. Bentuk intervensi secara tidak langsung dilakukan oleh orang-orang kepercayaan pemilik media atau yang disebut “raja-raja kecil”.

Raja-raja kecil ini berperan mengamankan agenda dari pemilk media yang perannya bak pemimpin redaksi karena bisa mengatur isi liputan. Contoh lain yang diangkat dalam penelitian ini yakni Metro TV yang memiliki “desk-khusus Nasdem” yang terdiri dari jurnalis yang khusus mencakup semua kegiatan politik pemilik Media Grup, Surya Paloh, yang kini menjadi Ketua Umum Partai Nasdem.

Dengan kondisi ini, parahnya, jajaran redaksi juga mulai disusupi budaya dan pemikiran serupa dengan pemilik media. Dengan demikian, meski tidak disuruh, jajaran redaksi berinisiatif untuk mengamankan isu tertentu atau mengangkat citra bosnya sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com