Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanura Protes, Kuis Win-HT Disanksi, Mengapa JK Tidak?

Kompas.com - 25/02/2014, 17:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Anggota Komisi I asal Fraksi Partai Hanura Susaningtyas Kertopati alias Nuning menggunakan rapat dengar pendapat Komisi I dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Selasa (25/2/2014), untuk melayangkan protes partainya. Sebelumnya, KPI menjatuhkan sanksi terhadap Kuis Kebangsaan yang sempat dipandu pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Partai Hanura, Wiranto-Hary Tanoesoedibjo. Nuning mempertanyakan mengapa politisi senior Partai Golkar Jusuf Kalla yang menjadi pemandu acara di stasiun televisi tak mendapatkan sanksi yang sama.

"Kalau Win-HT jadi host, dimasalahkan. Lalu Pak JK sebagai host di 'Jalan Keluar' Kompas TV sudah puluhan episode kenapa tak dipersoalkan?" kata Nuning.

Ia mengakui, tagline kuis tersebut mirip dengan tagline Partai Hanura. Akan tetapi, ia meminta KPI juga tak diam terhadap capres lainnya yang memanfaatkan tayangan program televisi, serta mengusut stasiun televisi yang dimiliki pimpinan partai politik. Di antaranya, kata Nuning, Dahlan Iskan dan Mahfud MD dalam sinetron Emak Ijah Pengen ke Mekkah dan Si Denok

"Kalau misalnya Win-HT saja, ini tidak fair. Saya ingin ada kejelasan, pemilik modal sejauh mana, modal sejauh apa? Pemilik modal yang apa? Kalau penanganannya masuk ke dalam ranah politik, dan bukan lagi hukum, ini repot," kata Ketua DPP Bidang Pertahanan Partai Hanura itu.

Sebelumnya, Nuning pernah mengatakan bahwa Kuis Kebangsaan tidak ditujukan untuk ajang sosialisasi caleg. Dalam perjalanannya, para caleg Hanura diberikan kesempatan untuk tampil di kuis tersebut.

Seperti diberitakan, KPI pusat memutuskan untuk menghentikan sementara program siaran Indonesia Cerdas yang ditayangkan di Global TV dan Kuis Kebangsaan yang ditayangkan RCTI. Sanksi administratif ini berlaku sejak 21 Februari 2014 hingga dilakukannya perubahan atas materi dua program siaran tersebut.

Ketua KPI pusat Judhariksawan menjelaskan, KPI menjatuhkan sanksi setelah mengirimkan surat teguran tertulis kepada RCTI dan Global TV sebanyak dua kali. Namun, tidak ada perubahan materi siaran yang diminta oleh KPI. Alhasil, KPI menyimpulkan adanya pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS), P3 Pasal 11 dan SPS Pasal 11 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 71 Ayat 3.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com