Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benny: Pak SBY Tak Pernah Lindungi Kadernya yang Korupsi

Kompas.com - 11/12/2013, 14:39 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Benny K Harman menyatakan mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan pencucian uang dalam Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung. Politikus Partai Demokrat itu juga menyampaikan bahwa partainya menghargai apa pun keputusan lembaga penegak hukum.

"Pak SBY tidak pernah melindungi kader-kadernya yang terlibat korupsi. Kita menghargai apa pun langkah, putusan lembaga hukum, kita mendukung agenda pemberantasan korupsi," kata Benny di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (10/12/2013), seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang.

Kasus ini melibatkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Benny mengungkapkan, selama pemeriksaan di Gedung KPK sekitar empat jam, tim penyidik KPK mengajukan sejumlah pertanyaan, termasuk soal dugaan pembagian uang dan BlackBerry dalam Kongres Demokrat 2010.

"Saya menegaskan bahwa saya tidak pernah mendengar dan melihat ada pembagian BB. Kalau memang ada supaya minta diusut tuntas. Tapi, kalau tidak, jangan diada-adakan," ucapnya.

Selain soal aliran uang, Benny mengaku dikonfirmasi penyidik KPK mengenai perannya sebagai tim sukses Anas ketika penyelenggaraan Kongres 2010. Benny membenarkan bahwa dia menjadi tim sukses Anas ketika itu. Dia mengaku sudah izin kepada Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi tim sukses Anas dalam kongres di Bandung tersebut.

"Saya jawab iya, saya adalah salah satu tim suksesnya Pak Anas. Waktu Pak Anas mau maju jadi ketum, saya dijadikan tim suksesnya, izin dulu ke Pak SBY dan Pak SBY merestui, jadi saya siap jadi tim suksesnya Pak Anas," tutur Benny.

Saat ditanyai mengenai Toyota Harrier yang diduga sebagai barang gratifikasi yang diterima Anas, Benny menjawab singkat.

"Enggak ada itu, tidak ada hubungannya dengan mobil," katanya.

Dalam kasus ini, KPK menduga Anas menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang. Diduga, ada aliran dana BUMN yang mengalir ke Kongres Partai Demokrat untuk pemenangan Anas sebagai ketua umum partai.

Surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar menyebut, Anas menerima Rp 2,21 miliar dari PT Adhi Karya terkait Hambalang. Uang itu digunakan untuk keperluan Kongres Demokrat pendukung Anas. Uang itu digunakan antara lain untuk membayar hotel, sewa mobil para pendukung Anas, membeli handphone BlackBerry, jamuan para tamu, dan untuk hiburan.

Untuk mendalami dugaan itu, KPK telah memeriksa sejumlah kader Demokrat sebagai saksi, antara lain, Sutan Bhatoegana, Ruhut Sitompul, Ramadhan Pohan, dan Marzuki Alie, dan Max Sopacua. Hari ini, selain memanggil Benny, KPK memeriksa petinggi Partai Demokrat TB Silalahi. Lembaga antikorupsi itu juga memanggil anggota DPR asal fraksi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika, tetapi yang bersangkutan belum memenuhi panggilan KPK hingga siang ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com