"Putusan itu penuh dengan ketidakbenaran, secara umum putusan lembaga peradilan seharusnya tidak boleh hanya mencari tepuk tangan," ujar Nasrullah saat mendatangi Kompleks Parlemen, Kamis (21/11/2013).
Sejak awal, menurut Nasrullah, kesalahan Angie merujuk pada external hard disk milik mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis. "Di sana disebutkan mereka (Grup Permai) mengeluarkan total uang Rp 32 miliar. Pengeluaran uang itu ditujukan kepada DPR, bukan Angie. Bahkan ada yang ke politisi partai lain. Kok sekarang dibebankan kepada Angie," ucap Nasrullah.
Nasrullah menuturkan, pihaknya akan berkonsultasi lebih lanjut dengan Angie. Dia tidak menutup kemungkinan Angie mengajukan peninjauan kembali (PK) karena putusan MA dinilai sangat keliru.
Lebih berat
Mahkamah Agung memperberat hukuman Angie terkait kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Mantan Puteri Indonesia itu divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan.
Selain itu, seperti dikutip Kompas, Kamis (21/11/2013), majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar).
Sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak menjatuhkan pidana uang pengganti. Putusan tersebut diberikan oleh majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin, Rabu (20/11/2013).
Angie dijerat Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. MA membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 UU itu.
Menurut majelis kasasi, Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.
”Terdakwa aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek. Disepakati 5 persen, dan (fee) ini harus sudah harus diberikan kepada terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran dan 50 persen (sisanya) ketika DIPA turun. Itu aktifnya dia (terdakwa) untuk membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12 a," ungkap Artidjo kepada Kompas.
Menurut Artidjo, majelis kasasi juga mempertimbangkan peran aktif Angie dalam memprakarsai pertemuan dan memperkenalkan Mindo dengan Haris Iskandar, sekretaris pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, untuk mempermudah penggiringan anggaran Kemendiknas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.