Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TKI Dimintai Uang 5.600 Riyal supaya Dapat Amnesti

Kompas.com - 11/11/2013, 11:21 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Dewan Perwakilan Rakyat RI mencium ada pemerasan di balik proses pemberian amnesti Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi yang selesai pada 4 November lalu. Bagaimana modus praktik pemerasan tersebut?

Anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan pihaknya menemukan selebaran yang dibagikan kepada para TKI oleh pihak Kedutaan Besar RI di Riyadh dan Konsulat Jenderal RI di Jeddah.

Di dalam selebaran itu tertera sejumlah pungutan "tidak resmi" yang jumlahnya cukup banyak. Rieke menjabarkan, pungutan tidak resmi itu terdiri dari biaya asuransi 6 bulan, biaya penerbitan paspor asli, dan perjanjian kerja yang nilai totalnya sebesar 3.900 riyal. Jumlah itu masih ditambah dengan biaya biro jasa proses di imigrasi Arab Saudi yakni 1.700 riyal.

"Totalnya per orang 5.600 riyal. Ini pungutan yang tidak diatur dalam aturan amnesti," ucap Rieke.

Peraturan amnesti, lanjutnya, hanya membutuhkan dokumen syarat-syarat yang sifatnya administratif. Biaya yang dikeluarkan oleh TKI pun hanya menyangkut paspor baru 50 riyal, paspor hilang 75 riyal, asuransi di Arab Saudi 400 riyal, dan legalisasi kerja 25 riyal. Rieke mengaku tidak mengklaim data. Data tersebut dia yakini benar. Rieke meminta agar pemerintah mengklarifikasi hal tersebut.

"Berdasarkan pengalaman terbongkarnya kasus korupsi pasca-amnesti di Malaysia beberapa tahun lalu, maka sudah selayaknya pencegahan dilakukan oleh pemerintah," imbuhnya.

Lebih lanjut, Rieke juga mempertanyakan keberadaan Permenakertrans Nomor 6 tahun 2013 tentang Tata Cara Pembentukan Perwakilan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta di Luar Negeri. Pada butir menimbang dikatakan bahwa peraturan tersebut dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

"Sungguh mengherankan ketika dicek di pasal terkait, tidak ada perintah untuk membuat peraturan menteri tersebut. Disinyalir aturan dadakan itu terkait amnesti di Saudi," kata Rieke.

Atas peraturan ini, maka terkumpullah beberapa PJTKI untuk terlibat amnesti di Saudi. Namun, menurut Rieke, hal itu mengherankan karena para TKI overstayer justru "lari" dari majikan dan bertahun-tahun kasusnya tidak diselesaikan oleh PJTKI yang mengirimkan mereka. Lagi pula, lanjut Rieke, tak ada satu aturan pun dalam amnesti yang melibatkan PJTKI.

"Peraturan tersebut terindikasi kuat jadi alat legalisasi pemerasan terhadap TKI oleh oknum pemerintah," kata Rieke.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menuturkan TKI yang tidak mendapat amnesti sehingga terancam dideportasi lantaran banyak yang diperas oleh petugas Imigrasi Arab Saudi dan makelar yang merupakan warga negara Indonesia.

"Ada permainan di bawah meja antara otoritas di Arab dan makelar orang Indonesia," ujar Priyo beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com