Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Setuju Lembaga Tinggi Negara Tak Diisi Orang Parpol

Kompas.com - 04/10/2013, 13:13 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Tantowi Yahya setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa pimpinan lembaga tinggi negara sebaiknya tidak berlatarbelakang partai politik. Pendapat ini muncul pascapenangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Akil, yang pernah menjadi politisi Golkar, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam sebuah operasi tangkap tangan, Rabu (2/10/2013) malam, atas dugaan menerima suap terkait sengketa Pilkada yang ditangani MK. 

"Partai Golkar setuju dan mendukung pendapat Presiden SBY, ketua lembaga tinggi negara di luar DPR, DPD dan MPR bukan dari kader partai politik. Bahkan, perlu diperluas lagi dengan lembaga nonkementrian yang berurusan dengan hukum untuk tidak diduduki oleh orang-orang partai," ujar Tantowi Yahya, di Kompleks Parlemen, Jumat (4/10/2013).

Lembaga-lembaga itu, kata Tantowi, harus steril dari kepentingan politik. Menurutnya, penangkapan Akil Mochtar oleh KPK adalah salah satu pembelajaran agar tidak terjadi lagi di kemudian hari.

"Keterlibatan ketua lembaga tinggi negara yang menjadi benteng konstitusi dalam tindak pidana korupsi sangat memprihatinkan," katanya.

Ia mengungkapkan, proses pemilihan pimpinan lembaga negara ke depan harus lebih diperketat. Rekam jejak setiap calon harus benar-benar diperhatikan integritas dan moralnya. Dengan memperketat proses seleksi, katanya, akan menutup peluang adanya kepentingan politik dari keputusan-keputusan yang diambil pejabat bersangkutan.

Terkait penetapan dua kader partai sebagai tersangka dalam dugaan kasus suap Akil Mochtar, Tantowi menyatakan, partainya menyerahkan ke aparat penegak hukum.

"Golkar menjunjung tinggi hukum. Yang salah harus dihukum, siapa pun," katanya.

Selain Akil, kader Golkar yang ditetapkan sebagai tersangka adalah anggota Komisi II DPR, Chairun Nisa.

Sebelumnya diberitakan, KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dua perkara sengketa pilkada yang tengah ditangani MK. Untuk dugaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, KPK menetapkan Akil dan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yaitu anggota DPR Chairun Nisa, calon petahana Pilkada Gunung Mas, Hambit Bintih, dan pengusaha Cornelis Nalau.

Sementara itu, dalam kasus Pilkada Lebak, KPK juga menetapkan Akil sebagai tersangka. Selain Akil, KPK menjerat pengusaha Tubagus Chaery Wardana dan advokat Susi Tur Andayani. Chaery diketahui sebagai adik dari Ratu Atut yang juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com