Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Amanat Para Kiai, Harus Jadi Presiden!

Kompas.com - 20/09/2013, 09:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Bakal calon presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa, Mahfud MD, menyatakan salah satu alasannya untuk berani mengajukan diri sebagai calon presiden (capres) karena dorongan para kiai. Namun, amanatnya hanya satu, yaitu menjadi calon presiden, bukan calon wakil presiden.

"Amanat para kiai, kalau bukan presiden tidak bisa memperbaiki. Ini kami anggap sebagai dorongan PKB agar memimpin koalisi nantinya, apakah itu koalisi dari peserta yang terbanyak, atau koalisi kecil yang kemudian membesar," ujar Mahfud saat berkunjung ke Redaksi Kompas.com, Kamis (19/9/2013).

Saat itu, Mahfud ditanyakan tentang apakah opsi menjadi capres adalah harga mati dan kemungkinan PKB tak mampu meraih suara untuk bisa memajukan capres. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menuturkan dirinya sedang melakukan kalkulasi tentang kemungkinan berkoalisi.

Namun, ia menyadari semua kemungkinan bisa saja terjadi dalam politik. "Probabilitas yang terbuka saya menjadi capres karena sudah ada dukungan ril, atau yang kedua saya menjadi cawapres, atau ketika tidak menjadi apa-apa," ucapnya.

Mahfud mengungkapkan modalnya maju sebagai kandidat capres adalah integritas dan moralitas. Ia mengedepankan sosok yang bersih agar tidak tunduk pada keinginan pihak lain, selain keinginan rakyat. Ia yakin sosok seperti Jokowi, yang tidak terbelenggu pada transaksional politik, yang dibutuhkan dalam kepemimpinan nasional.

Belajar dari Gus Dur

Bercerita tentang kepemimpinan nasional, Mahfud tak lepas dari kenangannya akan sosok Gus Dur, Presiden keempat RI sekaligus pendiri PKB. Mahfud bercerita dia belajar dari prinsip hidup yang dipegang Gus Dur. Ia mengenang pada masa kepemimpinan Gus Dur yang tengah terancam dimakzulkan, ia sempat menghadap ke tokoh agamais yang dikenal pluralis itu.

"Saya datang ke Gus Dur bersama Hilal. Saya bilang Pak Presiden, sekarang mau dijatuhkan, tapi masih ada waktu untuk selamat asalkan Presiden mau bentuk kabinet baru. Saya sudah ketemu mereka dan mereka setuju Gus Dur tidak dijatuhkan asal para menterinya disusun oleh para pimpinan partai," cerita Mahfud.

Saat itu, Gus Dur mempertanyakan ide Mahfud. Menurut Gus Dur, Indonesia yang menerapkan sistem presidensial tidak mengenal cara penyusunan kabinet oleh pimpinan partai. Gus Dur mengaku tak mau melanggar konstitusi karena konstitusi mengamanatkan presiden yang berhak menyusun kabinet.

"Gus Dur pun bilang bahwa partai tokoh politik itu keliru karena merasa dibelenggu fakta. Gus Dur bilang kenapa tidak kita buat fakta baru? Kita buat fakta itu. Akhirnya, Gus Dur pun dijatuhkan, tapi fakta baru dibuat. Saya mengajak agar kita semua tidak terjebak pada fakta politik transaksional," kata Mahfud.

Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinan Gus Dur digantikan oleh wakilnya, Megawati Soekarnoputri, setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Gus Dur digulingkan oleh kelompok yang dimotori Amien Rais. Padahal, Amien Raislah yang mendirikan kelompok poros tengah, kumpulan partai Islam, dan mengusung Gus Dur sebagai capres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com