Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memandang Indonesia dari Terminal Ledeng

Kompas.com - 30/07/2013, 17:08 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Pekan lalu saya ketemu kawan lama dari Bandung. Saat kami bertemu, pria berkumis itu mengenakan ikat kepala untuk menutupi sebagian rambutnya yang gondrong. Kang Iman, begitulah saya menyapanya. Nama lengkapnya Iman Soleh, seorang aktor dan pembaca puisi hebat.

Kami bertemu di Rumah Budaya Fadli Zon, di Aie Angek, Tanah Datar, Sumaterqa Barat pada Sabtu, 26 Juli 2013. Bertemu kembali dengan Iman di tempat yang jauh sungguh sebuah kejutan buat saya. Maklumlah, setelah pertemuan saya yang pertama pada 4 November 2009 di rumah yang sekaligus dijadikan "markas" Kang Iman di Bandung, saya tak lagi bertemu secara serius.

Beberapa kali memang, kami bertemu sambil lalu, tapi tak sempat dengan hikmat ngobrol lantaran masing-masing memiliki urusan.

Di Nagari Aie Angek itu, kami memiliki waktu untuk ngobrol lebih luas, baik sebelum maupun seusai acara peresmian Patung Chairil Anwar. "Saya sebetulnya lebih suka membaca puisi sebelum buka puasa. Bukankah dalam lapar dan dahaga itu seniman bisa lebih 'dapat' penjiwaannya," kami pun terkekeh. Tapi dalam ketawa itu, saya ungkapkan juga betapa keringat dingin telah mendera saya ketika bermusikalisasi sebanyak 6 lagu menjelang buka puasa hari itu.

Ya, ya... Iman memang tak berubah. Dia masih tetap lucu. Saya, Fadli Zon, seniman tradisi minang Mak Katik, dan Edin--adik ipar Fadli Zon yang juga manager cotage Rumah Budaya--dibikin terpingkal-pingkal sepanjang obrolan.

Obrolan bertambah hangat kala kami telah merampungkan tugas kami mengisi acara. Iman pun lebih gila-gilaan dalam membanyol. Disuruhnya Mak Katik mulai berlatih dan menghafalkan kembali 5.000 pantun untuk sebuah rekam jejak oleh Museum Rekor Indonesia. "Ayolah, Pak Katik pasti bisa!" Iman memprovokasi Mak Katik, sebuah dorongan yang nyaris mustahil dikerjakan oleh Mak Katik yang sudah tidak muda lagi. Bayangkanlah, berapa jam yang dibutuhkan oleh seniman tua itu untuk menyelesaikan 5.000 pantun yang panjang-panjang dan belum dibukukan.

Seperti saat pertama bertemu, Iman yang kini telah memasuki usia 50 seperti tak berubah apa-apa. Dia masih tetap berkumis, tegap, dan bersuara prima kala membacakan puisi. Saya pun jadi seperti diingatkan pada pertemuan pertama kami di markasnya. Kala itu, seorang anak muda asal Ponorogo bernama Yadi, membawa saya ke arah terminal Ledeng.  Melalui jalan setapak, yang bahkan sepeda motor pun tak bisa melintasinya, kami menuruni jalan berundak sebelum akhirnya sampai di tanah datar tempat CCL bermarkas.

Sambil minum teh susu campur pinang, kami pun melanjutkan obrolan tentang CCL. Kata Iman, panggung CCL sekarang lebih 'gaya', lantaran dipermak menjadi lebih 'beradab' oleh salah satu aktivis CCL. "Panggungnya diperbaharui sebagaimana layaknya panggung-panggung pertunjukan," ujar Iman.

CCL bermula dari tahun 1986, saat Tisna (kakak Iman), Acep Zam Zam Noer, Arahmayani, berkesenian di tempat ini. Namanya waktu itu Komunitas Gang Bapak Eni, sesuai dengan nama gang tempat mereka berkegiatan yang memang terletak di Gang Eni.

Sementara tanah tempat CCL berdiri adalah milik bapak H. Mas’ad, ayahanda Tisna dan Iman, sebuah kompleks kos-kosan yang ditempati oleh anak muda dari berbagai pelosok Indonesia. Mayoritas mereka adalah mahasiswa.

Awal berdirinya komunitas ini orientasinya masih pada bidang  seni rupa dan sastra, karena mayoritas pengelolanya adalah perupa dan penulis. Tapi, saat Bodi Suwarna dan Iman aktif turut mengelola tempat ini, maka teater pun mendapat perhatian lebih.

Adapun nama CCL, menurut Iman adalah nama pemberian musisi Sawung Jabo. "Karena tempatnya memang berada di tengah-tengah perumahan padat penduduk, sehingga warga sekitar hanya bisa melihat langit dari celah-celah atap rumah yang saling berimpit. Tapi pada perkembangan selanjutnya, CCL kerap dipelesetkan jadi Central Culture Ledeng, sebuah pusat kebudayaan yang berlokasi di wilayah Ledeng, Bandung," papar Iman seraya menoleh ke Fadli Zon.

CCL muncul pasca lengsernya Soeharto. Soalnya menurut Iman Soleh yang kini menjadi penanggungjawab CCL, perizinan pementasan lebih mudah. CCL sendiri awalnya memiliki basik kesenian teater, karena teater bisa mengekspresikan banyak hal. “Tapi kami melakukan kajian budaya. Misalnya, karya terakhir tentang lingkungan, musiknya kami ambil dari tarawangsa yang masih berhubungan dengan air, serta menampilkan para pembawa air lahang, juga  ada clempungan, yang semuanya berkait dengan kebudayaan yang lahir dari pertanian,” ujar Iman.

Iman berharap, akan makin banyak muncul tempat-tempat semacam CCL. Menurut Iman, betapa pentingnya kantung-kantung kebudayaan semacam CCL. Iman mencatat, seorang ustadz yang melewati masa kecilnya di sekitar CCL, kini dia lebih moderat, bahkan ia mempersilakan mesjid yang ia kelola untuk berdiskusi masalah seni dan budaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com