Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Akan Ajukan PK Kasus Yayasan Supersemar

Kompas.com - 19/07/2013, 17:43 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kejaksaan Agung akan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara Yayasan Supersemar yang diputus Mahkamah Agung. Dalam putusan yang dijatuhkan MA tahun 2010 lalu, MA dinilai salah mencantumkan nominal denda yang harus dibayarkan Yayasan Supersemar sehingga Kejagung tidak dapat mengeksekusi putusan tersebut.

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara ST Burhanuddin mengatakan, pihaknya telah menerima salinan putusan tersebut dari Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada awal Juni 2013 lalu. Namun, dalam salinan putusan tersebut, terdapat kesalahan sehingga proses eksekusi harus tertunda.

"Kesalahannya, MA itu seharusnya menulis Rp 3,07 triliun. Tapi di salinan putusan itu ditulisnya hanya Rp 3,7 juta," jelas Burhanuddin.

Setelah menerima salinan tersebut, Kejagung langsung mengembalikan salinan putusan itu agar diperbaiki oleh Mahkamah Agung, Kamis (27/6/2013). Akan tetapi, sampai saat ini, Kejagung belum juga menerima perbaikan atas salinan putusan tersebut sehingga hal itu membuat Kejagung berencana mengajukan PK.

"Pihak kita (Kejagung) akan mengajukan PK pokoknya. Karena memang mekanismenya seperti itu, memang harus melalui PK," katanya.

Sebelumnya, MA telah menjatuhkan vonis atas perkara Yayasan Supersemar Nomor 2896K.Pdt/2009, pada tahun 2010 lalu. Dalam putusan MA itu, Soeharto sebagai tergugat 1 dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat 2, dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Pengadilan hanya menghukum Yayasan Supersemar membayar denda pada negara atau penggugat sebesar 315.002.183 dollar AS dan Rp 139.229.179 atau total Rp 3,07 triliun (kurs: 1 dollar AS=Rp 9.738).

Sejumlah lembaga antikorupsi yang tergabung di dalam Koalisi Masyarakat Anti-Korupsi seperti Indonesian Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesian Legal Rountable (ILR), Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi FHUGM, dan PUSAKO Fakultas Hukum Universitas Andalas mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memerintahkan Jaksa agung Basrief Arief menindaklanjuti kasus hukum Yayasan Beasiswa Supersemar.

Mereka juga meminta Presiden memerintahkan Jaksa Agung dan jajarannya melanjutkan gugatan perdata terhadap 6 yayasan terkait Soeharto lainnya. Kasus pidana korupsi Soeharto terhenti dengan alasan sakit permanen dan akhirnya Soeharto meninggal dunia. Sementara itu, Wakil Jaksa Agung Darmono mengaku akan mempelajari putusan MA terlebih dahulu.

Kejaksaan juga akan mengevaluasi penanganan kasus itu dan menyelidiki keterkaitan enam yayasan terkait Soeharto lainnya. Keenam yayasan tersebut terdiri Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.

"Jadi yang dilakukan tentu segera mempelajari putusan itu, melakukan telaah, melakukan langkah-langkah hukum apa yang bisa dilakukan," kata Darmono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com