Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/07/2013, 23:05 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Emir Moeis mengaku pernah menerima uang dari warga negara asing yang bernama Pirooz Sarafih. Namun, menurut pengacara Emir, Yanuar Wasesa, uang yang diterima Emir dari Pirooz tersebut bukanlah uang suap yang berasal dari PT Alstom Indonesia terkait proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tarahan, Lampung.

"Itu dari Pirooz, bukan dari Alstom," kata Yanuar di Gedung KPK, Jakarta, saat mendampingi kliennya yang ditahan seusai diperiksa sebagai tersangka sore tadi.

Menurut Yanuar, uang dari Pirooz tersebut diberikan dalam rangka kerja sama bisnis. Pirooz merupakan kawan lama Emir yang dikenal sejak keduanya berkuliah di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.

Yanuar juga mengatakan, uang dari Pirooz tersebut diterima Emir secara bertahap. Uang tersebut, menurut Yanuar, diterima Emir melalui PT Anugerah Nusantara Utama. Perusahaan ini, kata Yanuar, dimiliki para lulusan Universitas Indonesia yang bekerja di perusahaan Emir sebagai staf ahli. Namun, dia tidak menyebut jumlah uang yang diterima Emir itu. Saat ditanya apakah jumlahnya 300.000 dollar AS, Yanuar membantahnya.

"Dari Pirooz ditransfer ke Anugerah Nusantara Utama, ada yang diambil," tuturnya.

Meskipun membantah dapat uang dari PT Alstom, Yanuar mengakui Emir pernah dikenalkan dengan pihak PT Alstom oleh Pirooz. Mereka pernah bertemu di Kompleks Parlemen. Dalam pertemuan itu, menurut Yanuar, PT Alstom mempresentasikan produk mereka kepada Emir. Perusahaan asing itu menawarkan harga murah untuk proyek PLTU Tarahan.

"Mereka mempresentasikan bahwa Alstom bisa dengan produk yang murah membiayai dan menjual produk ini ke PLN. Produk dari PLTU Tarahan itu lebih murah menurut PT Alstom," tutur Yanuar.

Dia juga mengatakan, Emir menilai Pirooz seperti makelar proyek yang menjual namanya selaku anggota DPR. Adapun Pirooz, menurut Yanuar, bukan pegawai PT Alstom. "Menurut Pirooz, dia hanya sebagai, kenal begitu, pelobi, atau apalah. Bukan direksi perusahaan," ujar Yanuar.

KPK menetapkan Emir sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR 1999-2004 dan 2004-2009. Emir diduga menerima 300.000 dollar AS dari PT Alstom Indonesia yang merupakan perusahaan pemenang tender PLTU Tarahan.

KPK menjerat Emir dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 12 Huruf a atau b, Pasal 11, dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk petinggi PT Alstom Indonesia. KPK juga mengaku telah memeriksa warga neagra asing di luar negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com