Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS: Ini Pengadilan Tipikor atau Pengadilan Susila?

Kompas.com - 25/06/2013, 18:37 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku tak habis pikir dengan isi dakwaan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Pasalnya, dakwaan itu dinilai lebih bersifat personal ketimbang upaya membongkar perkara kasus korupsinya.

Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah pun membandingkan pengadilan tindak pidana korupsi dengan pengadilan pidana susila. “Ini sebenarnya pengadilan apa? Pengadilan tipikor atau pengadilan susila? Isi dakwaan kok lebih banyak menyoroti sisi personal yang bernilai sensasi seperti itu,”ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/6/2013).

Luthfi, selain didakwa dengan tindak pidana korupsi, juga dijerat Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang oleh jaksa KPK. Dari perkara TPPU inilah kemudian terungkap sejumlah aliran dana Luthfi yang diduga didapat dari hasil tindak pidana korupsi kepada istri mudanya, Darin Mumtazah.

Darin disebut telah menerima sebuah Mitsubishi Grandis dari Luthfi sebagai hadiah untuk membantu Darin latihan menyetir. Dari dakwaan ini, teka-teki hubungan antara Luthfi dan perempuan belia itu akhirnya terungkap. Jaksa juga memaparkan hubungan Luthfi dan Darin yang mulai terjalin pada tahun 2012.

Menurut Fahri, fakta inilah yang dinilainya sudah kelewat batas dan hanya sekadar mencari sensasi. “Kalau mau cari sensasi? Enggak akan ada habisnya, nanti ada lagi Maharani, Vitalia Shesha, dan lain-lain yang membuat naluri menggosip kita bergerak. Padahal, kan perkaranya bukan di situ. Seharusnya KPK fokus saja di kasus korupsinya,” tukas Fahri.

Selain Fahri, anggota Majelis Syuro PKS Refrizal juga menyayangkan sikap KPK yang menyeret-nyeret urusan pribadi ke perkara hukum. “Soal perempuan itu kan di luar ranah hukum. Hukum ini seharusnya tidak membenci pada personal, harus ada keadilan untuk semua,” ujar Refrizal.

Seperti diketahui, Luthfi didakwa menerima suap Rp 1,3 miliar dari keseluruhan Rp 40 miliar terkait pengurusan rekomendasi penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian (Kementan). Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK Avni Carolina, uang Rp 1,3 miliar itu berasal dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman yang diserahkan melalui Direktur PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendy dan Juard Effendi.

Padahal, menurut Jaksa KPK Avni Carolina, patut diduga pemberian uang itu bertentangan dengan jabatan Luthfi sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014. Diduga pemberian uang itu bertujuan agar Luthfi memengaruhi pejabat di Kementan untuk menyetujui permohonan penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013 yang diajukan Grup PT Indoguna Utama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com