Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla: Yusril Tidak Bersalah!

Kompas.com - 05/01/2011, 15:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla menegaskan, tersangka kasus Sisminbakum Yusril Ihza Mahendra tidak bersalah.

Kalla mengatakan, kebijakan Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Departemen Kehakiman merupakan hasil kesepakatan rapat kabinet sebagai bagian dari realisasi Letter of Intent antara pemerintahan RI dan International Monetary Fund (IMF). Hal ini terkait dengan upaya rehabilitasi kondisi ekonomi Indonesia.

"Kalau dari segi kebijakan ya enggak bisa bersalah. Dari segi kebijakan mana mungkin nanti ada kebijakan seorang menteri yang 10 tahun mendatang dianggap salah. Tidak ada lagi yang bergerak di negeri ini. Ini sangat berbahaya," ujar Jusuf Kalla, Rabu (5/1/2011), usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta.

Ia menegaskan, dalam pemeriksaannya kali ini, ia dimintai keterangan oleh kejaksaan terkait perkara Sisminbakum. Ia pun menegaskan kepada penyidik bahwa apa yang dilaksanakan Yusril murni kebijakan yang diputuskan pemerintah.

"Itu murni kebijakan pemerintah dalam tataran Menko Ekuin dan karena itu ditetapkan juga dalam Letter of Intent pemerintah ke IMF. Jadi itu semua LoI yang disetujui oleh kabinet," ujar Kalla.

Kalla menguraikan, di dalam LoI disebutkan perlunya mempercepat upaya rehabilitasi ekonomi dengan mempercepat pendaftaran perusahaan. Sebelum ada Sisminbakum, ujar Kalla, waktu pendaftaran perusahaan memerlukan waktu berbulan-bulan dan memakan biaya sampai Rp 10 juta.

"Setelah ada sistem itu hanya butuh beberapa hari. Jadi ini sebenarnya suatu sistem yang menguntungkan semua pihak karena kebijakan diambil berdasarkan kebijakan makro pemerintah," papar Kalla.

Perkara Sisminbakum berawal dari adanya kebijakan yang memberikan 90 persen biaya akses kepada PT Sarana Rekatama Dinamika sebagai rekanan Departemen Kehakiman, dan 10 persen kepada Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman. Menurut Kejaksaan Agung, biaya akses tersebut harusnya masuk ke kas negara melalui penerimaan negara bukan pajak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Nasional
    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Nasional
    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Nasional
    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Nasional
    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Nasional
    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Nasional
    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Nasional
    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com