Stephen Schafer (dalam Dussich, 2009) di dalam bukunya "Victim and His Criminal" berfokus pada interaksi antara korban dan pelaku dan mengembangkan taksonomi berdasarkan tanggung jawab fungsional korban atas kejahatan tersebut sebagai berikut :
Bappenas (2014) menyebutkan bahwa program bantuan sosial memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui pengurangan kemiskinan.
Bantuan yang diberikan dalam program bantuan sosial tidak bergantung kepada kontribusi dari penerima manfaatnya—seperti pada program asuransi sosial.
Bantuan sosial dapat diberikan secara langsung dalam bentuk uang (in-cash transfers), juga dalam bentuk barang dan pelayanan (in-kind transfers).
Setiap bantuan bisa bersifat sementara karena terjadinya situasi sosial tertentu: bencana, resesi ekonomi, atau kebijakan pemerintah tertentu.
Selain itu, bantuan juga dapat bersifat tetap khususnya bagi penduduk yang mempunyai kerentanan permanen: penyandang disabilitas, lanjut usia, dan anak telantar.
Menurut International Labour Organization (ILO), skema bantuan sosial bertujuan menyediakan sumber daya minimum bagi individu dan rumah tangga yang hidup di bawah standar penghasilan tertentu, tanpa mempertimbangkan aspek kontribusi dari individu dan rumah tangga penerimanya.
Penentuan penerima bantuan umumnya dilakukan berdasarkan tingkat pendapatan penduduk serta kriteria sosial ekonomi lainnya.
Skema bantuan sosial dapat difokuskan kepada kelompok target tertentu (seperti keluarga miskin dengan anak hingga penduduk lanjut usia dengan penghasilan yang terbatas). Bisa juga diberikan sebagai bantuan pendapatan secara umum bagi pihak yang membutuhkan.
Purwowibowo dan Hendijanto (2019) menyebutkan bahwa konsep kesejahteraan sosial dapat dimaknai dari dua sisi.
Pertama dalam arti sempit, diartikan sebagai bantuan finansial dan layanan-layanan lainnya bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung.
Kedua, diartikan sebagai bentuk upaya intervensi sosial primer dan langsung dalam meningkatkan taraf kesejahteraan sosial individu dan masyarakat secara luas.
Pada UU No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, bantuan sosial dikategorikan sebagai bagian dari perlindungan sosial.
Perlindungan sosial sendiri dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal (Pasal 14 ayat 1 UU Kesejahteraan Sosial).
Peraturan Menteri Sosial No.1 tahun 2019 tentang Penyaluran Belanja Bantuan Sosial di Lingkungan Kementerian Sosial menyebut bahwa Penerima Bantuan Sosial adalah seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau penyandang masalah kesejahteraan sosial.
Bantuan sosial yang diberikan kepada Penerima Bantuan Sosial tidak untuk dikembalikan dan diambil hasilnya (Pasal 5 ayat 2 Permensos Bantuan Sosial).
Dalam Pasal 6 Permensos No. 1 tahun 2019 tersebut menyebutkan bahwa bantuan sosial diberikan dalam bentuk: a. uang; b. barang; dan/atau c. jasa. Bantuan sosial dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a disalurkan secara nontunai, terkecuali untuk kelompok tertentu seperti : a. penyandang disabilitas berat; b. lanjut usia terlantar non potensial; c. eks penderita penyakit kronis non potensial; d. komunitas adat terpencil (KAT); dan/atau e. daerah yang belum memiliki infrastruktur untuk mendukung penyaluran Bantuan sosial secara non tunai.
Selain bantuan sosial yang dikecualikan, dapat juga diberikan secara tunai kepada: a. lanjut usia potensial; b. lanjut usia tidak potensial; c. anak yang memerlukan/membutuhkan perlindungan khusus; dan/atau d. daerah yang telah memiliki infrastruktur namun tidak dapat digunakan karena akibat bencana.