PEMERINTAH telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024, khususnya Pasal 83A, Ayat 1-7, yang memberikan penawaran prioritas kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, melalui badan usaha dari masing-masing ormas, untuk mengelola tambang batu bara eks PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) (Pasal 83A, Ayat 1 dan 2).
Dengan mempertimbangkan kemampuan ormas keagamaan atau lebih tepatnya badan usaha milik ormas keagamaan, profesionalisme dan reputasi mitra, dan karakteristik industri tambang yang berisiko tinggi termasuk fluktuasi harga, cadangan batu bara di wilayah konsesi, penulis memperkirakan terdapat tiga prospek mengenai keterlibatan ormas keagamaan dalam mengelola tambang batu bara.
Prospek-prospek lain mungkin ada, tetapi tiga prospek itulah yang paling kelihatan.
Prospek pertama adalah ormas keagamaan sukses dalam mengelola tambang. Keberhasilan itu dapat dilihat antara lain pada ormas keagamaan menjadi pengendali riil dalam pengelolaan tambang.
Selain itu, pengelolaan tambang mendatangkan keuntungan bagi ormas tersebut sehingga membuatnya memiliki basis ekonomi yang kokoh. Pada gilirannya, umat atau minimal jamaah ormas bisa sejahtera.
Hal di atas dimungkinkan karena, misalnya, ormas atau badan usaha milik ormas memang siap dengan sejumlah sumber daya yang diperlukan untuk terjun ke gelanggang industri tambang.
Pihak yang menjadi mitra memang profesional dan bereputasi baik, cadangan batu bara di wilayah konsesi melimpah.
Selain itu, harga batu bara tinggi dan ormas memiliki tata kelola organisasi yang baik, termasuk dalam mendistribusikan keuntungan dari pengelolaan tambang kepada umat atau paling tidak jamaahnya.
Kondisi ini tentu sesuai dengan tujuan yang melandasi terbitnya PP tersebut (Ayat 1).
Hal itu adalah kondisi ideal dan mungkin merupakan imaji yang muncul dalam alam pikiran sebagian aktivis, tokoh, dan pimpinan ormas keagamaan yang menyambut dengan antusias PP 25 tahun 2024.
Kedua, kiprah ormas keagamaan dalam mengelola tambang berada dalam kondisi antara sukses dan gagal.
Indikator sukses adalah pengelolaan tambang oleh ormas mendatangkan keuntungan. Namun pada saat bersamaan hal itu juga dapat dikatakan mengalami kegagalan karena secara faktual pengendali dalam pengelolaan tambang bukanlah ormas, melainkan mitranya.
Keuntungan yang diraih hanya mengucur deras kepada mitra, oknum representasi ormas atau sebagian kecil kepada elite ormas, bukan kepada ormas sebagai organisasi.
Dalam kondisi seperti ini tentu pengelolaan tambang tidak bisa diharapkan menjadi basis ekonomi ormas keagamaan tersebut. Jangan pula berharap keuntungan akan menetes kepada jamaah atau umat.
Kondisi di atas bisa menggoda oknum-oknum representasi ormas dalam badan usaha yang mengelola tambang atau sejumlah oknum yang mengatasnamakan ormas untuk bertindak sebagai makelar konsesi.
Apalagi jika tingkat permintaan konsesi dari korporasi tambang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena ternyata untuk menjadi pengendali dan pengelola tambang yang serius tidaklah mudah.
Lebih mudah berjualan konsesi dan tetap menguntungkan. Fenomena “Ali-Baba” yang terjadi dalam Program Benteng tahun 1950-an bisa terulang kembali.
Program ini secara umum gagal dalam mencapai tujuannya untuk memajukan pengusaha “pribumi”.
Namun, menguntungkan sejumlah orang yang mendapatkan lisensi kemudian menjualnya kepada pengusaha “non-pribumi”, sebab ternyata untuk menjadi pengusaha “sejati” tidak cukup bermodal lisensi.
Reproduksi fenomena “Ali-Baba” dapat terjadi sebab ormas atau badan usaha milik ormas keagamaan tidak memiliki sumber daya (modal, jaringan, pengetahuan, dan sebagainya) yang memadai dan orang-orang yang menjadi representasinya tidak siap secara mental, moral, dan etika untuk terlibat dalam dunia tambang yang keras dan penuh risiko.
Pihak yang menjadi mitra pun reputasinya kurang bagus, meskipun memiliki kemampuan teknis dalam pengelolaan tambang.
Hal ini ditambah dengan lemahnya tata kelola organisasi dari ormas keagamaan, utamanya berkenaan dengan penyaluran keuntungan dari bisnis tambang untuk kepentingan organisasi dan jamaah.
Namun, jangan-jangan selama ini fenomena “Ali-Baba” tersebut yang terjadi dalam sebagian pengelolaan tambang? Didominasi para penjual konsesi dengan hanya menyisakan segelintir korporasi sebagai pengelola dan pengendali riil bisnis tambang?
Lalu, bagaimana ormas keagamaan akan berkiprah di dalam arena yang seperti itu?
Terakhir adalah ormas keagamaan gagal dalam mengelola tambang. Ukurannya, ormas tersebut bukan merupakan pengendali riil dalam pengelolaan tambang.
Pengendali sesungguhnya adalah pihak yang bekerjasama dengannya. Kemudian tambang yang dikelola tidak berhasil dalam mendatangkan keuntungan.
Alhasil, ormas gagal dalam membangun basis ekonominya. Ujungnya, tujuan menyejahterakan umat atau jamaah jauh panggang dari api.
Kondisi tersebut dapat menghasilkan perusahaan pengelola tambang milik ormas yang berstatus “papan nama”.
Hal itu masih lebih baik daripada ormas terjerat dalam beragam kasus hukum karena kegagalannya dalam mengelola tambang, yang akan membuat reputasinya menjadi buruk.
Kegagalan tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor. Ormas tidak memiliki sumber daya yang mumpuni, hanya bermodalkan lisensi.
Orang-orang yang menjadi representasinya tidak tahan secara mental, moral, dan etika dalam menghadapi beragam godaan dalam industri tambang yang menyilaukan mata.
Partner yang bersama-sama mengelola tambang bukan hanya tidak profesional secara teknis, tetapi juga jelek dalam hal reputasi. Karena ketidakhati-hatian, cadangan batu bara di wilayah konsesi pun tidak menguntungkan secara ekonomi.
Berikutnya adalah faktor harga batu bara yang rendah dan tata kelola ormas yang buruk.
Kelihatannya, bayangan akan mengalami kegagalan seperti itu menjadi pertimbangan yang membuat sejumlah ormas keagamaan cenderung berhati-hati atau bahkan menolak untuk berpartisipasi secara langsung dalam pengelolaan tambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.