Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rasminto
Dosen

Dosen Prodi Geografi FKIP Universitas Islam 45 (UNISMA) dan Pemerhati Sosial dan Kependudukan

Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Kompas.com - 25/05/2024, 14:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMANGAT reformasi merupakan suatu kekuatan dinamis yang menggerakkan perubahan menuju kondisi yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan.

Di Indonesia, semangat ini menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan dorongan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang lebih adil, demokratis, dan sejahtera.

Reformasi tidak hanya bermakna perubahan politik, tetapi juga mencakup perbaikan dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya.

Gerakan reformasi, yang mencapai puncaknya pada 1998, telah membangkitkan kesadaran kolektif bangsa untuk mengkritisi dan memperbaiki sistem yang selama ini dianggap korup dan tidak efektif.

Keberanian masyarakat, khususnya para mahasiswa, untuk menyuarakan aspirasi mereka, membuktikan bahwa kekuatan rakyat dapat menjadi katalisator utama dalam membawa perubahan.

Semangat ini berlandaskan pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki hak dan tanggung jawab untuk berkontribusi dalam membangun masa depan lebih baik.

Reformasi juga menuntut adanya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Dengan adanya semangat reformasi, diharapkan terjadi transformasi struktural yang mampu menciptakan pemerintahan bersih, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Selain itu, semangat ini mendorong munculnya inovasi dan kreativitas dalam mencari solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi bangsa.

Semangat perubahan yang lebih baik adalah fondasi utama dalam membangun bangsa yang maju dan bermartabat.

Hal ini tidak hanya mencakup perubahan pada level makro seperti kebijakan nasional, tetapi juga perubahan pada level mikro, yaitu pada individu dan komunitas, perubahan untuk bersatu membangun bangsa.

Dengan demikian, semangat reformasi adalah panggilan bagi setiap warga negara untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan dan perbaikan di segala lini kehidupan.

Semangat ini mengingatkan kita bahwa perubahan yang positif selalu dimulai dari niat baik dan tindakan nyata, meskipun kecil.

Setiap langkah menuju perubahan adalah kontribusi berharga bagi masa depan yang lebih cerah.

Dengan menanamkan semangat reformasi dalam diri, kita tidak hanya merayakan pencapaian masa lalu, tetapi juga berkomitmen untuk terus berjuang demi terciptanya kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

PR besar agenda Reformasi 1998

Perjalanan 26 tahun reformasi 1998, yang menjadi tonggak sejarah penting bagi Indonesia, membuka jalan bagi perubahan menuju demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan.

Namun, meskipun telah banyak capaian positif, masih ada pekerjaan rumah (PR) yang perlu diselesaikan, terutama dalam bidang penegakan hukum dan problematika mahalnya biaya pendidikan. Keduanya adalah pilar krusial dalam membangun bangsa yang adil dan berdaya saing tinggi.

Penegakan hukum yang efektif dan berkeadilan adalah salah satu tuntutan utama reformasi 1998.

Meski sudah banyak kemajuan, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan di bidang ini, katakan permasalahan korupsi kerap menjadi masalah serius yang merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.

Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah banyak menangani kasus-kasus besar, korupsi masih merajalela di berbagai level pemerintahan.

Menurut laporan KPK, lembaga tersebut telah menangani 1.512 kasus tindak pidana korupsi sejak 2004 sampai 2023.

Berbagai kasus tindak Pidana korupsi yang ditangani KPK banyak sekali modusnya, seperti; gratifikasi/penyuapan sebanyak 989 kasus; pengadaan barang/jasa sebanyak 339 kasus; tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebanyak 58 kasus; penyalahgunaan anggaran sebanyak 57 kasus; perizinan sebanyak 28 kasus, pungutan/pemerasan sebanyak 28 kasus; dan merintangi proses KPK sebanyak 13 kasus.

Persoalan di atas, menuntut peningkatan integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum, termasuk polisi, jaksa, dan hakim. Sebab, profesi ini merupakan kunci untuk menciptakan sistem hukum yang terpercaya.

Reformasi di tubuh penegak hukum harus terus dilanjutkan dengan fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, transparansi dalam proses rekrutmen dan promosi, serta penerapan sanksi tegas terhadap aparat yang terlibat dalam penyimpangan.

Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan serta mekanisme pengawasan yang kuat diperlukan untuk menjaga integritas aparat penegak hukum.

Kita pun sering dihadapkan pada stigma “no viral, no justice”, artinya keadilan akan didapatkan apabila kasus-kasus hukum menjadi konsumsi publik karena menjadi pemberitaan yang menghebohkan di masyarakat.

Contoh terakhir kasus pembunuhan Vina, remaja di Cirebon 2016 silam, menjadi viral ketika didokumentasikan menjadi film layar lebar.

PR reformasi 1998 yang perlu dituntaskan lainnya adalah membangun sistem peradilan yang independen dan bebas dari intervensi politik. Hal ini menjadi prasyarat untuk penegakan hukum yang efektif.

Reformasi peradilan harus mencakup perbaikan administrasi peradilan, percepatan proses hukum, dan peningkatan akses terhadap layanan peradilan bagi seluruh masyarakat.

Pengadilan harus mampu menjalankan fungsinya dengan profesional dan transparan, memberikan keadilan tanpa diskriminasi.

Selain penegakan hukum, reformasi 1998 juga menekankan pentingnya pendidikan sebagai hak dasar bagi setiap warga negara.

Namun, mahalnya biaya pendidikan masih menjadi hambatan besar bagi banyak keluarga di Indonesia.

PR besar dalam sektor pendidikan ini adalah adanya isu komersialisasi pendidikan, yang tercermin dalam kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) semakin memperkuat kesenjangan sosial.

Masyarakat berpendapatan rendah cenderung menjadi korban utama dari situasi ini, sementara mereka dari latar belakang ekonomi yang lebih mapan memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengakses pendidikan tinggi.

Lompatan kenaikan UKT yang selangit dipicu peraturan UKT baru dari Permendikbudristek No 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN di Lingkungan Kemendikbudristek.

Mendikbudristekdikti, Nadiem Makarim berkilah dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI di Gedung DPR RI Jakarta (21/5). Ia berkilah dengan menyatakan, "Saya berkomitmen, serta Kemendikbudristek memastikan, harus ada rekomendasi dari kami untuk pastikan lompatan-lompatan yang tidak masuk akal dan tidak rasional itu akan kami berhentikan. Jadi kami akan memastikan bahwa kenaikan yang tidak wajar akan kami cek, evaluasi, assess”.

Namun, apakah sanggahan dari Menteri Nadiem ini lantas dapat segera menyelesaikan persoalan “komersialisasi pendidikan” dari dampak mahalnya biaya pendidikan saat ini?

Hal ini tentu menjadi PR besar agenda reformasi yang menuntut pendidikan dapat dinikmati oleh semua kalangan dalam menggapai mimpi terbebas dari masalah kemiskinan, angka partisipasi sekolah dan buta aksara nasional.

Badan Pusat Statistik (BPS, 2023) mencatat angka kemiskinan nasional masih 9,36 persen. Padahal, target angka kemiskinan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 6,5 – 7,5 persen.

Indonesia pun dihadapkan pada persoalan angka partisipasi Sekolah (APS) yang terjadi kesenjangan dari jenjang SD-SMP dengan jenjang SMA dan Perguruan Tinggi.

Berdasarkan data Susenas, 2023 menunjukkan data APS jenjang SD atau kelompok umur 7-12 tahun mencapai angka 99,16 persen dan jenjang SMP atau kelompok umur 13-15 tahun mencapai angka 96,1 persen.

Di sisi lain, APS pada jenjang SMA atau kelompok umur 16-18 tahun hanya 73,42 persen. Ironisnya lagi APS pada jenjang perguruan tinggi atau kelompok umur 19-23 tahun hanya mencapai angka 28,96 persen.

BPS (2023) merilis data buta aksara nasional, dengan menunjukkan angka buta aksara penduduk berumur 10 tahun sebesar 3,18 persen yang merupakan angka terendah dalam kurun waktu 12 tahun terakhir.

Angka ini turun sebesar 3,26 persen dibandingkan pada 2011. Adapun angka buta aksara tertinggi terjadi pada 2011 sebesar 6,44 persen.

Angka buta aksara yang tergolong tinggi melebihi kisaran 5 persen pada 2023 tersebar di lima wilayah dari 34 provinsi di Indonesia. Kelima provinsi tersebut adalah Provinsi Papua (15,12 persen), Provinsi Nusa Tenggara Barat (9,79 persen), Provinsi Jawa Timur (5,83 persen), Provinsi Sulawesi Selatan (5,62 persen), dan Provinsi Jawa Tengah (5,18 persen).

Buta aksara yang dialami anak-anak Indonesia memperlihatkan adanya persoalan literasi yang masih menjadi pekerjaan rumah utama.

Buta aksara akan berpengaruh pada aspek kehidupan lainnya, seperti produktivitas ekonomi, sosial, dan kemampuan literasi. Literasi yang dimaksud termasuk terhadap digital dan bencana.

Menuntaskan agenda reformasi

Lebih dari dua dekade telah berlalu sejak Reformasi 1998 membuka lembaran baru dalam sejarah Indonesia. Reformasi itu lahir dari semangat rakyat untuk menciptakan tatanan yang lebih demokratis, adil, dan sejahtera.

Namun, perjalanan menuju realisasi cita-cita reformasi masih panjang dan penuh tantangan. Hingga kini, problematika bangsa seperti penegakan hukum yang belum optimal dan mahalnya biaya pendidikan masih memerlukan perhatian serius.

Dalam konteks inilah, harapan besar diletakkan pada kehadiran negara yang kuat, responsif, dan berkomitmen untuk menuntaskan agenda reformasi.

Harapan terhadap negara dalam penegakan hukum sangat besar. Negara diharapkan hadir dengan komitmen kuat untuk memberantas korupsi, memperkuat integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum.

Supremasi hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, memastikan keadilan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Hanya dengan demikian, kepercayaan publik terhadap institusi hukum dapat dipulihkan dan diperkuat.

Di bidang pendidikan, harapan terhadap negara adalah untuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia, tanpa terkecuali, memiliki akses ke pendidikan yang terjangkau dan berkualitas.

Negara harus hadir dengan kebijakan yang efektif dan pro wong cilik demi mengatasi mahalnya biaya pendidikan, meningkatkan kualitas guru dan fasilitas sekolah, serta mengintegrasikan teknologi dalam proses belajar mengajar.

Pendidikan yang inklusif dan merata akan menjadi fondasi bagi pembangunan manusia yang unggul dan berdaya saing global.

Demokrasi yang sehat memerlukan partisipasi aktif dari seluruh warga negara. Harapan terhadap negara adalah untuk terus memperkuat demokrasi dengan mendukung kebebasan berpendapat, berserikat, dan berpartisipasi dalam proses politik.

Negara harus memastikan bahwa suara rakyat didengar dan diakomodasi dalam setiap pengambilan kebijakan.

Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil sangat penting untuk menciptakan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Semoga para pejuang bangsa khususnya pejuang reformasi 1998 diampuni segala dosa dan khilafnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com