JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menolak mentah-mentah usul anggota Komisi II DPR Fraksi PDI-P Hugua agar praktik money politics dalam kontestasi pemilu dilegalkan.
Doli menegaskan, politikus yang menerapkan money politics harus ditangkap.
Hal tersebut disampaikan dalam rapat antara Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, Mendagri, dan DKPP di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Mulanya, Doli bertanya kepada Hugua mengenai maksud dari usul money politics itu.
Hugua lantas menjelaskan bahwa serangan fajar sudah tidak berlaku lagi dalam Pemilu 2024 lalu.
"Maksudnya itu, serangan fajar, atau serangan tidak wajar. Karena tidak ada lagi serangan fajar sekarang. Serangan 3 hari terakhir. Jadi serangan wajar atau tidak wajar diwajarkan saja," ujar Hugua.
Baca juga: Di Hadapan KPU-Pemerintah, Politisi PDI-P Usul Money Politics Dilegalkan
Menurut Hugua, usulan money politics itu harus dibatasi dalam PKPU.
Misalnya, kata dia, biaya untuk serangan money politics itu hanya dibatasi selama 3 hari saja.
"Dilegalisasi saja. Mungkin namanya bukan money politic, tapi cost politic, silakan diatur-atur supaya... Hukum ini kan kata-kata. Begitu kira-kira," katanya.
Mendengar usulan Hugua itu, Doli menegaskan bahwa money politics Rp 1 pun harus ditangkap.
"Ya sebenarnya semangat kita ini mau ubah UU Pemilu, pokoknya mau 1 rupiah pun harus kena tangkap, Pak. Jadi apalagi PKPU," jelas Doli.
"Memang saya kira kita semua ini merasakan bahwa situasi pemilu kemarin tidak wajar lah bahasanya, Pak Hugua. Oleh karena itu, caranya kita harus perbaiki membuat aturan yang lebih kuat lebih keras supaya itu tidak terjadi," sambungnya.
Ditemui terpisah, Doli menekankan money politics tidak mungkin dilegalkan.
Dia menyebut DPR anti terhadap money politics dan moral hazard.
Menurutnya, politik di Indonesia haruslah berwibawa dan bersih dari praktik-praktik kotor.
Usulan Hugua
Sebelumnya, Hugua mengatakan, money politics seharusnya dibolehkan, namun tetap diatur batasannya dalam PKPU.
Hal tersebut Hugua sampaikan dalam rapat bersama KPU, Bawaslu, Mendagri, dan Komisi II DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Hadir Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, dan Mendagri Tito Karnavian dalam rapat ini.
"Berkaitan dengan kualitas pilkada nanti walaupun ini PKPU kita bicara tentang pendaftaran dulu dan seterusnya, tapi ini rentetan yang harus dipikirkan dari sekarang oleh KPU, Bawaslu, DKPP," ujar Hugua.
"Bahwasanya kualitas pemilu ini kan pertama begini. Tidak kah kita pikir money politics kita legalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu?" sambungnya.
Baca juga: Kasus Dugaan Money Politics, Bawaslu Nunukan Amankan Uang Rp 88,9 Juta
Menurut Hugua, money politics kini merupakan keniscayaan ini.
Dia menyebut, jika tidak melakukan money politics, maka tidak akan ada rakyat yang memilih.
"Jadi kalau PKPU ini istilah money politics dengan cost politics ini coba dipertegas dan bahasanya dilegalkan saja batas berapa, sehingga Bawaslu juga tahu bahwa kalau money politics batas ini harus disemprit," jelas Hugua.
Hugua mengatakan, jika money politics tidak dilegalkan, maka selamanya politikus akan kucing-kucingan terus dengan pengawas pemilu.
Dia lantas menyatakan bahwa hanya saudagar yang ke depannya bertarung di pilkada, bukan negarawan dan politikus lagi.
"Karena enggak punya uang pasti tidak akan menang. Rakyat tidak akan memilih karena ini atmosfer kondisi ekosistem masyarakat," katanya.
Untuk itu, kata Hugua, money politics harus dilegalkan dengan batasan tertentu, misalnya seperti maksimal Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, Rp 1 juta, atau Rp 5 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.