INDONESIA sedang melakukan proses pemindahan ibu kota negara Tahap I dari Jakarta ke Nusantara. Tahapan pertama diproyeksikan selesai di triwulan akhir 2024 seiring berakhirnya era kepemimpinan Jokowi.
Tahap I merupakan tahapan penting karena pembangunan infrastruktur dasar dilakukan. Kesuksesan dari proyek pemindahan ibu kota ke depan sangat bergantung dari tahap ini.
Infrastruktur dasar yang utama selesai dibangun dan beroperasi dalam Tahap I mencakup infrastruktur penyediaan air minum, ketenagalistrikan, teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan persampahan, dan air limbah untuk penduduk pionir.
Selain itu, pembangunan sarana utama presiden, pejabat negara, dan ASN juga dilakukan untuk mempercepat proses perpindahan pemerintahan ke Nusantara.
Namun, pemerintah tampaknya harus banyak belajar dari Tahap I. Pasalnya, ada beberapa kelemahan, khususnya dalam hal perencanaan dan penganggaran.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan beberapa temuan terkait di Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Untuk itu, BPK memberikan rekomendasi kepada kementerian tersebut untuk segera diselesaikan sebelum Tahap II dilaksanakan pada 2025 mendatang.
Lantas, apa saja PR pemerintah agar Tahap II proyek pemindahan IKN dapat berjalan lancar?
Pada saat BPK melakukan pemeriksaan terhadap Kemensetneg pada 2022, BPK menemukan beberapa hal.
Pertama, kelengkapan dukungan regulasi belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku sehingga mengakibatkan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN belum terlaksanakan secara optimal.
Kedua, Tim Transisi selaku pelaksana pemindahan IKN belum memiliki tugas dan fungsi yang jelas. Bahkan, proses bisnis dari masing-masing belum tertera secara lengkap dan jelas.
Tim Transisi juga belum melaksanakan tugas sesuai Keputusan Menteri Sekretariat Negara Nomor 105 tahun 2022 secara menyeluruh.
Atas beberapa temuan tersebut, BPK merekomendasikan Kepala OIKN/Ketua Tim Transisi untuk mengatur pembagian tugas Tim yang melakukan monitoring atas kelengkapan regulasi secara jelas, dalam hal pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan dan pemindahan IKN dikoordinasikan melalui Tim, di saat Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan belum dapat beroperasi.
Rekomendasi ini harus ditindaklanjuti secepatnya karena dapat membuat proses pembangungan IKN Tahap I terhambat.
Kemensetneg dengan cepat menanggapi rekomendasi dari BPK. Pada Semester II 2023, Kepala OIKN telah membentuk Unit Kerja Kepatuhan dan Hukum yang ditetapkan melalui Peraturan Kepala OIKN Nomor 1 Tahun 2022.
Pengisian SDM telah dilakukan di tahun 2023 dan Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan yang telah melakukan monitoring atas kelengkapan regulasi melalui Analisa Prioritas dan Bentuk Peraturan Direktif.
Dengan begitu, seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan IKN dapat dimonitoring sehingga output yang dihasilkan tetap stay on track.
Di tahun 2023, BPK melanjutkan pemeriksaan akan proyek pembangunan IKN Tahap I ke Kementerian PUPR.
Kementerian PUPR dijadikan objek pemeriksaan karena kementerian tersebut mendapatkan penugasan khusus dari Presiden sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022.
Dalam peraturan tersebut, Presiden menugaskan kepada Kementerian PUPR untuk melaksanakan fungsi lain dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur.
Namun, BPK menemukan beberapa temuan pemeriksaan terkait ketidaktepatan perencanaan dan penganggaran.
Pertama, terdapat beberapa pembangunan infrastruktur yang tidak tertera di RPJMN dan Renstra Kementerian PUPR. Hal ini membuat munculnya potensi masalah di kemudian hari karena pembangunan infrastruktur di IKN bukan tupoksi dari Kementerian PUPR.
Kelemahan perencanaan dan penganggaran tersebut berlanjut hingga membuat diperlukan adanya penambahan biaya pembangunan infrastruktur yang melebihi alokasi anggaran awal.
Proses penambahan anggaran tentunya harus melewati metode yang cukup kompleks apalagi terkait dengan belanja modal. Kondisi ini bisa membuat target pembangunan infrastruktur IKN Tahap I terhambat.
Lebih parah lagi, tambahan biaya ini belum dapat dipastikan sumber menutupnya menggunakan apa. APBN 2023 telah disusun berdasarkan kebutuhan yang sudah diberikan oleh masing-masing kementerian/lembaga kepada Kementerian Keuangan.
Jika penambahan tersebut sangat besar, maka tentu saja APBN tidak dapat menampung perubahan tersebut dan harus dicari metode pembiayaan yang lain.
Gagal membuat rencana sama saja dengan berencana untuk gagal. Pemerintah perlu mengkaji ulang dokumen perencanaan dan penganggaran agar tidak terjadi kesalahan lagi yang berpotensi menghambat Tahap II.
Pemerintah dapat menggandeng Kementerian Keuangan untuk merencanakan dan menetapkan skema pendanaan pembangunan IKN guna memitigasi risiko munculnya permasalahan lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.