Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Subandi Rianto
Sejarawan, Pekerja Media

Sejarawan, Alumnus Pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada

Jalan Terjal Partai Kabah

Kompas.com - 16/02/2024, 12:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAK ada yang lebih mengkhawatirkan melihat hitung cepat Litbang Kompas per Jumat (16/2/2024) pukul 11.45 WIB mengenai pergeseran suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berada di bawah 4 persen, batas bawah parliamentary threshold (PT) dalam Pemilu Legislatif 2024.

Sementara suara yang telah masuk dalam data Litbang Kompas sudah mencapai 98,25 persen, sulit untuk tidak mengatakan bahwa bayang-bayang jalan terjal menunggu nasib partai yang dikenal dengan sebutan Partai Kabah itu.

PPP merupakan salah satu dari tiga partai (PDI-P dan Golkar) yang menjadi partai tertua dalam percaturan kontestasi politik tahun ini.

PPP lahir pada 5 Januari 1973 dari fusi partai-partai Islam masa Orde Baru, yakni Partai Nadhlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

PPP bersamaan dengan PDI-P pada masa Orde Baru menjadi corong perlawanan terhadap pemerintah, sementara Golkar duduk nyaman di kursi pemerintahan Soeharto.

Ketika hitung cepat menempatkan PPP berada di angka 3,9 persen, pada saat yang sama, hitung cepat Litbang Kompas menempatkan PDI-P sebagai partai teratas dengan suara 16,25 persen, Golkar di posisi kedua dengan persentase 14,62 persen.

Para elite PPP sepertinya tak belajar dari kawan lamanya, PDI-P dan Golkar, dalam mempertahankan elektoral partai.

Pada 2022, Litbang Kompas telah menerbitkan serangkaian laporan mengenai tren penurunan suara PPP dalam 10 kali pemilihan umum.

Pada Pemilu 2019 saja, PPP hanya meraih suara 4,25 persen, terpaut 0,52 persen dari batas bawah parliamentary threshold. Suara ini mengakibatkan PPP kehilangan 20 kursi, hanya menyisakan 19 kursi di DPR-RI serta membuat partai terpuruk menjadi papan kelas bawah.

Segregasi internal dan kualitas kepemimpinan

Masa depan suram Partai Kabah dipicu banyaknya residu masalah internal di tubuh partai, yang sering kali tidak diseriusi oleh elite-elite partai.

Saat penentuan capres dan cawapres, elite-elite PPP masih terlihat gamang dalam membangun koalisi. Masuknya Sandiaga Uno dari partai lain ke PPP tampaknya hanya menjadi solusi jangka pendek untuk mencari akses logistik kepartaian dan peningkatan bargaining position kepada sekutu terdekatnya PDI-P.

Pun, ketika Sandiaga Uno menjadi Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP, suara partai dalam hitung cepat tidak mencerminkan hasil yang baik. Bahkan, cenderung tidak memberikan efek apapun.

Segregasi lain yang menjadi residu juga disumbang dua klaster besar. Klaster elite yang tidak dewasa. Dimulai dari dualisme kepemimpinan di masa Suryadharma Ali hingga perpecahan teras partai di masa Suharso Monoarfa.

Hal ini kemudian diperparah dengan ditangkapnya Suryadharma Ali oleh KPK dalam kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji pada 2014, disusul OTT KPK kepada Ketua PPP Romahurmuzy di Surabaya karena kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama pada 2019.

Klaster selanjutnya adalah suara akar rumput yang sering kali tidak sejalan dengan pimpinan pusat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Nasional
Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Nasional
Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Nasional
Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com