Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saiful Anam
Dosen

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta; Direktur Pusat Riset Politik Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI)

Dilema Keberpihakan Presiden dalam Pemilu

Kompas.com - 26/01/2024, 07:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERNYATAAN Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa presiden hingga menteri boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu menimbulkan tafsir ganda dalam masyarakat.

Publik terbelah. Sebagian pihak berpikir pernyataan presiden lumrah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara pihak lain menilai pernyataan tersebut menimbulkan berbagai spekulasi terhadap kemungkinan ketidaknetralan pejabat publik yang akan mencederai hasil pemilu 2024 mendatang.

Secara hukum, Pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) memberikan hak secara limitatif terhadap presiden dan wakil presiden untuk melaksanakan kampanye berdasar UU Pemilu.

Namun, berdasar Pasal 300 UU Pemilu dibatasi dengan wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan dilarang menggunakan fasilitas negara.

Pengaturan tersebut dapat dijadikan dasar legitimasi oleh presiden untuk melakukan kampanye, bahkan memberikan dukungan kepada salah satu kandidat tertentu.

Namun tentunya terdapat problem yuridis, filosofis, bahkan etis dalam pengaturan serta pelaksanaannya.

Problem yuridis apabila dibandingkan jabatan-jabatan politik lainnya seperti menteri dan kepala daerah, yang mengharuskan cuti untuk berkampanye.

Sementara presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak diatur dan tidak diwajibkan untuk mengambil cuti, hanya diwajibkan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan dilarang menggunakan fasilitas negara.

Secara filosofis juga terjadi problem serius. Jabatan presiden sebagai puncak dari cabang kekuasaan eksekutif diharapkan menjadi contoh dan rule model dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Presiden diharapkan menjadi tolok ukur dalam perkembangan demokratisasi pascareformasi. Keberpihakan presiden dalam Pemilu menunjukkan adanya kepentingan individual mengesampingkan kepentingan rakyat.

Jika puncak kekuasaan presiden hanya berorientasi pada kepentingan individual pelaku politik, maka kekuasaan presiden telah kehilangan kepercayaan dan legitimasi publik.

Kemudian secara etis, tidak dibenarkan presiden menyatakan hal yang demikian. Apalagi pada waktu itu yang bersangkutan sedang bersama dengan kandidat capres dan para petinggi TNI.

Dengan demikian, ada problem etis serius yang semestinya tidak dilakukan oleh seorang presiden. Kalaulah hal tersebut harus dilakukan, maka sudah semestinya sedang tidak bersamaan dengan calon presiden dan para pejabat lainnya.

Kesadaran etis

Meskipun melalui peraturan perundang-undangan yang ada presiden tidak dilarang melakukan kampanye dan memberikan dukungan, namun perlu kesadaran etis kepada presiden untuk bersikap bijak dan bajik dalam segala ucapan dan tindakannya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Klaim Produksi Minyak Blok Rokan Lebih Tinggi Setelah Dikelola Pertamina

Jokowi Klaim Produksi Minyak Blok Rokan Lebih Tinggi Setelah Dikelola Pertamina

Nasional
Menkominfo Sebut MWC 2024 Berpeluang Jadi Showcase Ekosistem Telekomunikasi Nasional

Menkominfo Sebut MWC 2024 Berpeluang Jadi Showcase Ekosistem Telekomunikasi Nasional

Nasional
Moeldoko Bicara soal Tapera, Sebut Tak Akan Ditunda dan Bantah untuk Danai IKN

Moeldoko Bicara soal Tapera, Sebut Tak Akan Ditunda dan Bantah untuk Danai IKN

Nasional
Tak Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende, Megawati Disebut Sedang Kurang Sehat

Tak Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende, Megawati Disebut Sedang Kurang Sehat

Nasional
Hasto Kristiyanto Gantikan Megawati Bacakan Amanat Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Hasto Kristiyanto Gantikan Megawati Bacakan Amanat Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Nasional
Pakaian Teluk Belange, Baju Adat Jokowi Saat Pimpin Ucapara Hari Lahir Pancasila di Riau

Pakaian Teluk Belange, Baju Adat Jokowi Saat Pimpin Ucapara Hari Lahir Pancasila di Riau

Nasional
Jokowi Jelaskan Alasan Gelar Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Hulu Rokan Riau

Jokowi Jelaskan Alasan Gelar Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Hulu Rokan Riau

Nasional
Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT Dimulai Tanpa Megawati

Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT Dimulai Tanpa Megawati

Nasional
Ganjar-Mahfud Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Ganjar-Mahfud Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Nasional
Pakai Baju Adat, Jokowi Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Riau

Pakai Baju Adat, Jokowi Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Riau

Nasional
Momen Sri Mulyani Kenalkan Ponakan Prabowo Thomas Djiwandono ke Publik

Momen Sri Mulyani Kenalkan Ponakan Prabowo Thomas Djiwandono ke Publik

Nasional
24 WNI Kedapatan Palsukan Visa Haji, Kemenag Wanti-wanti Jemaah Pakai Visa Resmi

24 WNI Kedapatan Palsukan Visa Haji, Kemenag Wanti-wanti Jemaah Pakai Visa Resmi

Nasional
139.421 Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi hingga Hari Ke-20 Keberangkatan, 28 Wafat

139.421 Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi hingga Hari Ke-20 Keberangkatan, 28 Wafat

Nasional
22 WNI Pengguna Visa Haji Palsu Dideportasi dari Arab Saudi, Ongkos Pulang Ditanggung Sendiri

22 WNI Pengguna Visa Haji Palsu Dideportasi dari Arab Saudi, Ongkos Pulang Ditanggung Sendiri

Nasional
Pancasila Vs Ideologi 'Ngedan'

Pancasila Vs Ideologi "Ngedan"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com