Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Menengok Nasib Pemilih Lansia pada Pemilu 2024

Kompas.com - 03/01/2024, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Diah Ayu Candraningrum*

SEJAK Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih pada Juli 2023 lalu, banyak pemberitaan berfokus pada besarnya jumlah pemilih dari kelompok muda.

Memang dari jumlah tersebut, sebanyak 106.358.447 jiwa atau 52 persen di antaranya merupakan generasi Z dan generasi Y atau millennials.

Rinciannya, pemilih berusia 17 tahun sebanyak 0,003 persen atau sekitar 6.000 jiwa. Kemudian pemilih dengan rentang usia 17 tahun hingga 30 tahun mencapai 31,23 persen atau sekitar 63,9 juta jiwa.

Lalu disusul pemilih berumur 31 tahun hingga 40 tahun sebanyak 20,70 persen atau sekitar 42,395 juta jiwa. Sedangkan pemilih dengan usia lebih dari 40 tahun persentasenya mencapai 48,07 persen atau berjumlah 98.448.775 orang (Tempo, 2023).

Setelah keluar putusan tersebut, hampir setiap hari ditemukan berita dan diskusi ilmiah yang bertema pemilih muda, bahkan pemilih pemula (young voters).

Tema yang diusung berkisar bagaimana cara partai politik menggaet suara kaum muda, atau bagaimana political engagement dari Gen Z dan Gen Millenials dalam menghadapi Pemilu 2024.

Tak ketinggalan heboh di media, tatkala salah satu calon presiden memilih anak muda untuk menjadi calon wakil presiden.

Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Terlebih saat mulusnya jalan si anak muda ini agar dapat dipilih menjadi cawapres, dilatarbelakangi dengan berbagai intrik politik termasuk pengubahan landasan hukum.

Sebelumnya kekhawatiran publik juga muncul saat anak muda—tak lain adalah adik cawapres tadi—menjadi ketua umum partai politik, padahal dia baru bergabung partai tersebut dalam hitungan hari saja.

Selalu anak muda yang menjadi pusat perhatian media. Lalu bagaimana dengan nasib pemilih lanjut usia (lansia) yang berusia di atas 60 tahun pada Pemilu 2024 mendatang?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, jumlah warga lansia di Indonesia tahun 2022 berkisar 27 juta atau sekitar 10,82 persen dari total populasi di Indonesia.

Semua warga lansia pasti memiliki hak pilih pada Pemilu 2024. Jika diproyeksikan kepada jumlah total pemilih pada Pemilu 2024, artinya bakal ada sekitar 204,8 juta pemilih atau sekitar 13,1 persen. Jumlah yang cukup penting untuk diperhitungkan dalam event besar Pemilu 2024.

Hal menarik terkait keberadaan lansia dalam Pemilu 14 Februari 2024 mendatang adalah bagaimana strategi kampanye digital yang banyak diterapkan partai politik mampu menarik dan dipahami kaum lansia lewat penggunaan media sosial? Selain itu, bagaimana kaum lansia menentukan pilihannya di bilik suara nanti?

Saat ini salah satu strategi yang dianggap efektif bagi partai untuk menciptakan brand awareness khalayak, khususnya kaum muda, adalah melalui media sosial. Hal ini pun diterapkan pada kaum lansia.

Akibatnya secara tidak langsung, lansia diajak untuk belajar menggunakan media sosial dengan lebih bijak sebab di ranah virtual, tidak hanya terdapat informasi yang valid, namun juga menyesatkan.

Hal ini memiliki kendala karena dari segi literasi digital, kaum lansia merupakan kelompok paling rentan dalam menghadapi kemajuan teknologi.

Mereka seringkali tidak dilibatkan dalam perkembangan dunia digital. Kurangnya pengetahuan berpotensi membuat mereka menjadi tersesat dalam ruang virtual.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada pengalaman online kaum lansia, seperti keterbatasan fisik, kecemasan, akses internet yang kurang stabil dan preferensi mereka terhadap interaksi manusia.

Akibatnya, sejumlah lansia menjadi skeptis dengan kemajuan teknologi. Jika ini yang terjadi, mereka kemudian akan menyerahkan segala urusan kepada keluarga lain yang lebih muda.

Di sinilah muncul masalah, jika sang pendamping itu tidak netral dan independen, maka akan bisa mengarahkan suara para lansia di bilik suara nanti.

Karena itu, sebaiknya partai politik hadir dan mengampanyekan program-program capres dan cawapresnya kepada kaum lansia melalui implementasi kebijakan, program-program untuk mendorong kohesi sosial, interaksi yang bermakna dan memberikan pemahaman dan toleransi yang lebih antargenerasi.

Hal ini juga dapat berdampak para lansia akan terhindar dari aneka hoaks, disinformasi, dan misinformasi di media sosial.

Lalu bagaimana kaum lansia akan menentukan pilihan mereka pada Pemilu 2024 nanti?

Menurut penulis, hal ini sangat tergantung pada proses pendampingan dan kerja sama warga lansia dan anggota keluarga yang lebih muda dalam memberi pemahaman untuk menangkal hoaks di lingkungan keluarga.

Warga lansia berperan berbagi keteladanan, sedangkan yang lebih muda membimbing keamanan saat mengakses ruang digital, dari memilah informasi yang diterima hingga berinteraksi dengan sesama pengguna media sosial.

*Pengajar di Fakultas Komunikasi Universitas Tarumanagara dan Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com