JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Charta Politika pada 26-31 Oktober 2023 menunjukkan, hampir separuh responden atau 48,9 persen responden menganggap Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka tidak pantas untuk menjadi calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2024.
"Kita tanyakan lebih lanjut kepantasan Gibran Rakabuming menjadi cawapres, 48,9 persen menyatakan tidak pantas, dan ada 38,2 persen yang menyatakan pantas," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, Senin (6/11/2023).
Yunarto menuturkan, dari mereka yang menganggap Gibran tak pantas jadi cawapres, mayoritas atau 55,4 persen di antaranya menilai Gibran masih terlalu muda dan belum terlalu punya pengalaman menjadi pejabat publik.
Baca juga: Survei Charta Politika: Elektabilitas Prabowo Turun Usai Gandeng Gibran
Seperti diketahui, Gibran baru menjabat sebagai wali kota Solo selama kurang dari 3 tahun sebelum memutuskan maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Menurut Yunarto, hal itu berbeda dengan yang dialami oleh Presiden Joko Widodo, ayah Gibran.
Sebelum maju pada Pilpres 2014, Jokowi sudah punya pengalaman hampir dua periode memimpin Solo dan pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Yunarto melanjutkan, ada 26,7 persen responden yang merasa Gibran tidak pantas karena bagian dari praktik politik dinasti.
"Ada 12,4 persen dengan bahasa yang lebih negatif lagi tone-nya bahwa majunya Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden merupakan bentuk nyata penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Joko Widodo," kata dia.
Baca juga: Semua Ketum Parpol KIM Jadi Dewan Pengarah TKN Prabowo-Gibran
Kemudian, ada 3,2 persen yang menganggap Gibran tak pantas jadi cawapres karena dianggap ambisius dan tidak punya loyalitas terhadap partai politik, sedangkan 2,3 persen responden tidak tahu atau tidak menjawab.
Yunarto berpandangan, temuan survei di atas menunjukkan bahwa kontroversi terkait pencalonan Gibran bukanlah isu yang hanya membawa kepentingan PDI Perjuangan sebagai partai yang ditinggalkan Gibran.
Sebab, sikap publik menganggap Gibran tak pantas menjadi cawapres lebih banyak didasarkan pada penilaian terhadap pengalaman Gibran dan praktik politik dinasti.
"Penilaian terhadap kurangnya berpengalaman Gibran dan juga bentuk politik dinasti dan penyalahgunaan kekuasaan itu ternyata jauh lebih besar dibandingkan framing bahwa seakan-akan kritik yang muncul terhadap Mas Gibran dan putusan MK itu seakan-akan hanya dari kelompok sakit hati atau PDI Perjuangan saja," kata Yunarto.
Jadi beban elektabilitas Prabowo
Survei yang sama juga menunjukkan bahwa Gibran justru menjadi beban Prabowo Subianto.
Hal ini berkaca dari elektabilitas Prabowo yang justru turun setelah mengumumkan Gibran sebagai cawapres.