Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Banyak Orang Sakit di Negeri Sakit

Kompas.com - 12/10/2023, 05:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Gusti, kula nyuwun saras: sarasing sukma, resiking maras
(Gusti, kami mohon kesembuhan: sembuhnya sukma, bersihnya hati)

Gusti, kula nyuwun tamba: tambaning jiwa, segering raga
(Gusti, kami mohon obat: obatnya jiwa, segarnya raga)

Gusti, kula nyuwun seneng: senenging manah, tulaking sereng
(Gusti, kami mohon cerah ceria: gembiranya hati, penangkal dengki)

Gusti, kula nyuwun sabar: sabaring budi, nalar jembar
(Gusti, kami mohon kesabaran: sabarnya budi, luasnya wawasan)

LIRIK lagu “Panyuwunan” yang ditulis mendiang Rama I Kuntara Wiryamartana, SJ beberapa pekan belakangan ini, riuh digunakan sebagai latar belakang lagu yang menyertai postingan di media sosial.

Lagu tersebut hits saat pandemi Covid-19 masih berkecamuk. Liriknya begitu “mengena” dengan kepasrahan umat-Nya akan cobaan wabah yang demikian menakutkan.

Kalaupun lagu ini kembali popular, bisa jadi lirik lagu ini memang terasa sesuai dengan kondisi bangsa ini “yang sedang tidak baik-baik saja”.

Bayangkan saja, musim kemarau panjang yang masih terjadi di berbagai belahan Tanah Air akibat El Nino terasa sekali dampaknya. Kekeringan di mana-mana, sementara sumber air semakin sedikit.

Harga beras mulai melambung di pasaran dan pemerintah berencana mendatangkan beras impor dari Vietnam dan Thailand sebanyak 1,5 juta ton untuk antisipasi pengaman kebutuhan beras.

Seorang sahabat saya yang pernah menjadi jurnalis mengeluh kesulitan membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sehingga dirinya sulit menggunakan fasilitas pengobatan di rumah sakit.

Bekas anak buah saya juga mengeluh, dirinya kesulitan mendapat pekerjaan setelah diputus kerja secara sepihak di tempat kerjanya terakhir. Menganggur selama dua bulan terakhir di rumah serasa seperti di penjara, ujarnya.

Padahal jika di penjara mendapat jaminan makan minum, sementara menjadi pengangguran, urusan makan adalah problem tersendiri. Sekali lagi, itu ucapnya.

Ketidak warasan yang terjadi di negeri ini memang tidak ada habisnya. Bayangkan sejak kecil kita sudah “dicekoki” negeri kaya raya. Tanam tongkat dan batu bisa jadi tanaman. Ikan dan udang datang dengan sendirinya.

Sekarang ini, di era yang katanya terjadi revolusi mental justru menteri pertanian yang seharusnya bertugas mengurusi pertanian malah “bercocok tanam” di kementerianya.

Untuk menjadi pejabat, harus setor kepada kaki tangan sang menteri. Untuk dapat proyek, juga dipalak sekian persen dari nilai proyek sebagai balas budi kewajaran.

Yang lebih tidak waras lagi, semua pungutan yang dibebakan kepada calon pejabat diperuntukkan untuk membiayai kehidupan pribadi sang menteri. Mulai dari membayar angsuran kendaraan hingga tagihan kartu kredit.

Ketidakwarasan menjadi semakin sempurna, ketika lembaga antirasuah yang dianggap sebagai garda terakhir pembasmi korupsi konon juga “memeras” sang menteri.

Walau dugaan ini tengah diselidiki polisi, tidak urung kisah maling dibegal pencuri menjadi cerita lumrah di negeri ini.

Belum lagi jika kita mengikuti jalannya persidangan kasus korupsi menara Base Transceiver Selular (BTS) dengan terdakwa bekas Menteri Komunikasi dan Informatika, Johhny G. Plate.

Dana Rp 27 miliar untuk pengamanan kasus yang dikaitkan dengan nama Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotejo yang disebutkan terdakwa dan saksi-saksi, tetap menjadi misteri.

Dana sedemikian besar ternyata “bisa berjalan” sendiri. Dari kocek perusahaan terdakwa, dibawa kurir ke rumah Dito, tiba-tiba dikembalikan ke kantor kuasa hukum terdakwa dan sim salabim akhirnya tidak diakui Dito.

Banyak orang sakit di negeri sakit

Kegeraman publik begitu membuncah melihat pola laku Ronald Tannur, anak anggota DPR dari Fraksi PKB Edward Tannur yang menganiaya kekasihnya Dini Sera Afrianti hingga tewas di Surabaya (4/10/2023).

Dibesarkan dari keluarga anggota Dewan yang terhormat ternyata bisa melakukan kebiadaban yang tiada tara.

Kedongkolan publik juga tidak ada habisnya melihat tingkah pola Masriah, warga Sidoarjo, Jawa Timur yang selalu mengusik tetangganya yang bernama Wiwik.

Walau sempat mendekam di penjara karena Masriah selama bertahun-tahun membuang tinja dan air seni ke tembok dan halaman rumah Wiwik, ternyata dirinya tidak pernah kapok.

Terbaru, Masriah kembali bertingkah dengan terus membuang sampah di jalan yang ada di dekat rumah Wiwik. Seolah menantang karena terpantau kamera pengawas, Wiwik juga memperlihatkan perilaku yang tidak terpuji.

Kisah pembunuhan seorang karyawati berinisial FD (44) di depan lobi mal di Kawasan Grogol Petamburan, Jakarta (26/09/2023), oleh pelaku yang tidak ada hubungan dan persoalan dengan korban menjadi contoh ketidakwarasan yang terjadi. Dibunuh dengan acak, tanpa sebab musabab jelas.

Sama persisnya dengan seorang oknum TNI yang mengendarai kendaraan melawan arah di Jalan Tol Layang MBZ dan mengakibatkan sejumlah kendaraan rusak dan beberapa orang terluka beberapa waktu lalu, pelaku dinyatakan tidak waras.

Ketidakwarasan elite politik

Mencermati fenomena pelanggengan kekuasaan yang sedemikian kentara, sebagian masyarakat termasuk saya pribadi begitu cemas dengan proses uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang tengah berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).

Jika mau jeli, para pemohon uji materi ini begitu terkait dengan kepentingan elite. Entah berkelindan dengan partai salah seorang capres atau terkait dengan daerah asal sosok anak muda yang digadang-gadang menjadi cawapres.

Padahal sudah jelas, ketentuan pasal ini bersifat open legal system atau kebijakan hukum terbuka, tetapi dipaksakan untuk diuji konstitusional.

Walau Ketua MK masih berkerabat dengan Presiden Jokowi, kita semua harus bisa meyakini independensi dan integritas hakim-hakim di MK.

Saya khawatir, andai saja MK mengabulkan permohonan uji materi, maka perjuangan reformasi 1998 silam hanyalah omong kosong belaka.

Pengorbanan nyawa Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie dalam Tragedi Trisakti, 12 Mei 1998 menjadi sia-sia belaka.

Memaksakan anak dan menantu menjadi kepala daerah, mendorong putra bungsu menjadi ketua umum partai politik dan terakhir membuka ruang bagi pencawapresan sang anak, sungguh sangat tidak elok dan pantas dilakukan oleh seorang presiden yang ingin dikenang sepanjang masa.

Menerima sanjungan tanpa henti bagai raja, menikmati kekuasaan yang tiada batas dan mendapat keistimewaan berlimpah, sejatinya hanyalah sementara. Kekuasaan tidak pernah langgeng digenggam.

Dalam lirih rakyat yang menahan lapar, warga yang kesulitan mendapat beras murah serta penduduk yang kesulitan mencari kerja, lagu “Panyuwun” tampaknya begitu meresap dalam batin-batin yang kosong ini.

“Bangsa ini harus kembali tegak untuk meninggalkan situasi ketidakwarasan kolektif menuju pada proses politik yang intinya membungkuk pada kekuasaan. Saat ini banyak pejabat justru disibukkan dengan upaya-upaya untuk mendapatkan kedudukan politik, sehingga persoalan besar bangsa terkait kolonisasi ekonomi nasional, kemiskinan, kesenjangan sosial, krisis pangan dan krisis energi semakin dilupakan” – Adi Sasono (Menteri Koperasi dan UKM 1998 – 1999).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Nasional
Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Nasional
Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

Nasional
1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

Nasional
Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Nasional
PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

Nasional
Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Nasional
Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Nasional
Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Nasional
Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Nasional
Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Nasional
Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Nasional
KPK Komitmen Tuntaskan Perkara Eddy Hiariej

KPK Komitmen Tuntaskan Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia

Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com